Kesaksian Kristen | Mendapatkan Kembali Kehidupan: Kesaksian Gadis Enam Tahun yang Hidup Kembali
Oleh Qiuli, Tiongkok
Cucu perempuanku menderita demam ringan—apa maksud semua ini?
Suatu hari di bulan Juni 2009, cucu perempuanku Guoguo yang berusia enam tahun pulang dari sekolah dengan lesu dan kemudian berbaring lemah di tempat tidur.
Kupikir ini sangat aneh, karena biasanya dia sangat ceria, melompat-lompat dan berlari kian kemari. Aku berpikir: “Mengapa dia rebah ke tempat tidur begitu sampai di rumah? Mungkinkah dia sakit?” Aku segera membawanya ke klinik untuk menemui dokter. Dokter di sana mengatakan bahwa cucuku menderita demam ringan, dia memberi resep beberapa antipiretik, dan kemudian aku membawa cucuku pulang. Namun, setelah minum obat selama lebih dari sehari, Guoguo tidak membaik. Jadi aku membawanya ke klinik untuk menerima terapi intravena. Ketika dia menerima infus, demamnya mereda, tetapi satu atau dua jam setelah menerima infus, dia mulai demam lagi. Kemudian, dia tidak bisa makan, dan bahkan jika dia makan sesuatu, dia akan memuntahkannya. Dia menghabiskan hari demi hari, dan akhirnya dia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk berbicara. Istriku dan aku kemudian buru-buru menghubungi putra dan menantu kami, dan begitu mereka tahu tentang Guoguo, mereka bergegas kembali.
Keesokan harinya, putra dan menantuku membawa Guoguo ke rumah sakit daerah. Tidak lama setelah mereka sampai di sana, putraku menelepon dan berkata: “Ayah, Guoguo mengatakan hanya satu hal ketika kami tiba di sini, kemudian mulutnya mulai menegang, dan sekarang dia tidak dapat bicara. Dokter menyarankan agar membawa Guoguo ke rumah sakit lain sesegera mungkin.” Segera setelah aku mendengar apa yang dikatakan putraku, pikiranku menjadi gelisah dan sekujur tubuhku menjadi lemas dan lemah seperti bola karet yang kempes. Aku berpikir dalam hati, “Bagaimana mungkin penyakit cucuku bisa memburuk begitu cepat? Sekarang sampai-sampai dia tidak dapat bicara. Jika sesuatu terjadi padanya ….” Ketika memikirkan hal ini, aku merasa pilu dan sedih seolah-olah sebilah pisau telah dipuntir ke jantungku, dan aku tidak sanggup menghentikan air mata yang tumpah. Selama beberapa hari itu, aku dan istriku tidak bisa makan atau tidur nyenyak. Tepat ketika kami khawatir tentang penyakit Guoguo, putra kami menelepon lagi dan berkata: “Ayah, setelah pemeriksaan, dokter bilang Guoguo mengidap ensefalitis, dan saat ini, mulut Guoguo masih kaku, dia tidak dapat merasakan apa pun di sisi kiri tubuhnya, dan dia setengah lumpuh. Kondisinya sangat serius. Para dokter hanya akan memberinya dua perawatan. Jika dia membaik, mereka akan melanjutkan perawatan; jika tidak, mereka akan menghentikannya. Dan mereka juga bilang, walaupun penyakitnya sembuh, dia bisa cacat.” Ketika aku mendengar kata-kata putraku, air mataku mengalir deras bagaikan manik-manik dari tali senar yang putus, dan aku merasakan kepedihan yang luar biasa seolah-olah hatiku akan hancur. Aku berpikir: “Dia baru enam tahun. Jika kebetulan perawatannya tidak berjalan dengan baik dan dia menjadi lumpuh, bagaimana dia akan hidup?” Aku tidak berani memikirkannya, lalu aku datang di hadapan Tuhan dan berdoa kepada-Nya sambil menangis: “Ya Tuhan, segala sesuatu ada di dalam tangan-Mu; hidup atau mati kami ada di tangan-Mu. Entah cucuku membaik atau tidak, itu bukan tanggung jawab dokter. Engkau mengatur dan memegang kedaulatan atas segalanya. Aku rela memercayakan cucuku kepada-Mu. Kumohon kiranya Engkau menyelamatkannya.” Setelah berdoa, hatiku yang gelisah dan pilu menjadi sedikit tenang.
Aku menyimpan kebencian dalam hatiku ketika cucuku tidak membaik.
Setelah itu, aku dan istriku berharap agar Guoguo akan membaik. Namun, kenyataannya tidak seperti yang kubayangkan. Kondisi Guoguo tidak membaik sama sekali. Tanpa sadar, keinginan untuk menyalahkan Tuhan muncul dalam hatiku, dan aku berpikir: “Istriku dan aku telah melakukan tugas kami dan kami juga mematuhi ketetapan gereja. Bagaimana hal seperti itu bisa terjadi pada kami? Mengapa Tuhan tidak melindunginya dan membuatnya segera pulih kembali?” Semakin aku memikirkannya, semakin buruk perasaanku. Seluruh keberadaanku menjadi sangat negatif dan lemah, dan rohku lama-kelamaan menjadi semakin gelap.
Tepat ketika aku menderita dan tidak memiliki tempat untuk berpaling, seorang saudara datang ke rumahku dan membacakan satu bagian dari firman Tuhan yang berkaitan dengan situasiku: “Berapa banyak orang yang percaya kepada-Ku hanya supaya Aku berkenan menyembuhkan mereka? Berapa banyak orang yang percaya kepada-Ku hanya supaya Aku berkenan memakai kuasa-Ku untuk mengusir roh-roh jahat dari tubuh mereka? Lalu, berapa banyak orang yang percaya kepada-Ku hanya supaya dapat menerima damai dan sukacita dari-Ku? Berapa banyak orang yang percaya kepada-Ku hanya untuk menuntut lebih banyak harta kekayaan dari-Ku, dan berapa banyakkah orang yang percaya kepada-Ku hanya untuk menjalani hidup ini dengan tenteram dan agar aman dan selamat di dunia yang akan datang? Berapa banyak orang yang percaya kepada-Ku hanya untuk menghindari siksaan neraka dan untuk menerima berkat-berkat dari surga? Berapa banyak orang yang percaya kepada-Ku hanya demi kenyamanan sementara tanpa berusaha memperoleh apa pun dari dunia yang akan datang? Saat Aku menjatuhkan murka-Ku ke atas manusia dan merampas semua sukacita dan damai yang pada mulanya manusia miliki, manusia pun menjadi bimbang. Saat Aku memberikan siksaan neraka kepada manusia dan menarik kembali berkat-berkat dari surga, rasa malu manusia pun berubah menjadi amarah.”
Kemudian saudara itu membahas dalam persekutuan: “Firman Tuhan telah mengungkapkan maksud, tujuan, dan segala macam tuntutan kita yang tidak patut dan muluk-muluk dalam memercayai Dia. Tuhan menciptakan manusia dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan untuk kelangsungan hidup kita. Jadi, inilah hukum langit dan bumi bahwa kita semua orang harus percaya dan menyembah Tuhan. Tetapi setelah kita dirusak oleh Iblis, natur kita menjadi terlalu egois dan hina. Kita tidak lagi percaya pada Tuhan semata-mata demi mencintai dan memuaskan Tuhan, tetapi sebaliknya kita percaya demi memperoleh berkat atau memiliki keluarga yang bahagia; yaitu melakukan tawar-menawar dengan Tuhan. Iman kita benar-benar tercemar—ketika berkat Tuhan turun atas kita, hati kita dipenuhi dengan sukacita, tetapi ketika situasi yang diatur oleh Tuhan tidak memuaskan keinginan kita, kita kehilangan iman kepada-Nya, dan kita mulai menjadi negatif, salah paham dan menyalahkan Dia, dan bahkan menghindari serta mengkhianati Dia. Ini disebabkan karena pandangan kita yang keliru tentang kepercayaan kepada Tuhan.
“Tuhan datang untuk melaksanakan pekerjaan-Nya dan menyelamatkan manusia di akhir zaman. Yaitu, Dia menggunakan segala macam situasi yang tidak menguntungkan untuk menyingkapkan kerusakan batin dan ketidakmurnian kita, sehingga membuat kita datang di hadapan-Nya dan memeriksa diri kita terhadap firman-Nya, mengenal diri kita melalui refleksi dan melihat betapa rusaknya kita oleh Iblis, dan betapa egois dan hinanya kita. Kemudian kita dapat berdoa kepada Tuhan dan membulatkan tekad sendiri untuk menyingkirkan kerusakan, dan kita dapat mengalami pekerjaan Tuhan sedikit demi sedikit. Kemudian kita tidak akan lagi melakukan tawar-menawar dengan Tuhan, dan kita akan menjadi sepikir dengan Dia, dan menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh menaati dan menyembah-Nya. Saudaraku, bukankah masalah penyakit anak itu mengungkapkan pandangan yang keliru bahwa kepercayaan kepada Tuhan adalah demi mendapatkan berkat? Jadi, apakah kehendak Tuhan? Tuhan menghendaki agar engkau akan merefleksikan dan memahami serta memperbaiki pandanganmu yang keliru tentang apa yang harus dikejar dalam iman, sehingga watak rusakmu dapat disucikan dan diubah. Situasi seperti ini adalah kasih Tuhan yang turun atasmu, dan Tuhanlah yang menyucikan dan menyelamatkanmu. Jika kita tidak disingkapkan dengan mengalami situasi semacam ini, kita tetap akan berpikir bahwa hati kita yang setia itu murni, dan kita akan terus percaya pada Tuhan dengan menghasilkan pandangan yang salah. Jika kita terus seperti itu, kita akan percaya kepada Tuhan sampai akhir dan tetap belum mendapatkan pujian-Nya!”
Memikirkan firman Tuhan dan persekutuan saudara itu, aku sampai pada suatu pengertian dan aku berkata padanya: “Apa yang diungkapkan oleh firman Tuhan itu benar sekali. Sejak cucuku jatuh sakit, aku terus-menerus berseru pada Tuhan hanya demi meminta Dia agar menyembuhkan penyakit cucuku. Ketika berdoa, aku telah meminta kepada Tuhan secara tidak langsung supaya menyembuhkan cucuku, dan ketika aku melihat kondisinya tidak membaik, tetapi lama-kelamaan semakin buruk, pemberontakanku sepenuhnya terungkap. Aku mulai bersungut-sungut kepada Tuhan, berpikir bahwa, karena istriku dan aku percaya kepada Tuhan dan melakukan tugas kami, maka Tuhan harus mengawasi dan menjaga seluruh keluarga kami tetap aman, dan kami tidak boleh jatuh sakit. Baru sekarang aku memahami bahwa aku begitu egois dan tercela. Imanku kepada Tuhan hanyalah demi berkat, dan aku membuat tuntutan akan Tuhan dan membuat kesepakatan dengan-Nya. Bagaimana mungkin pandanganku tentang kepercayaan pada Tuhan bisa sesuai dengan kehendak Tuhan? Aku bukan orang percaya sejati di dalam Tuhan!”
Saudara itu kemudian berkata: “Terima kasih Tuhan! Hari ini, engkau bisa mengenali pandanganmu yang keliru tentang kepercayaanmu kepada Tuhan. Ini adalah efek dari firman Tuhan pada dirimu. Sekarang, ini adalah ujian dan pemurnian untukmu dan istrimu sehingga cucumu telah terjangkit penyakit parah. Ketika kita mulai mengenal diri kita sendiri melalui refleksi, kita juga harus memahami kehendak Tuhan dan mencari cara untuk pengamalan dari dalam firman Tuhan. Hanya dengan cara inilah kita tidak hidup dalam negativitas dan salah memahami Tuhan, tetapi sebaliknya kita akan sungguh-sungguh dapat menaati dan memuaskan Tuhan. Mari kita lihat apa yang Tuhan firmankan.”
Memahami kehendak Tuhan, aku melepaskan tuntutanku yang muluk-muluk dan menaati kedaulatan Tuhan.
Jadi, aku mengambil buku tentang firman Tuhan dan membaca: “Ketika menghadapi penderitaan engkau harus mampu untuk tidak memedulikan daging dan tidak mengeluh kepada Tuhan. Ketika Tuhan menyembunyikan diri-Nya darimu, engkau harus mampu memiliki iman untuk mengikuti-Nya, menjaga kasih-Mu kepada-Nya tanpa membiarkan kasih itu hilang atau berkurang. Tidak masalah apa yang Tuhan lakukan, engkau harus tunduk pada rencana-Nya, dan lebih memilih mengutuki dagingmu sendiri daripada mengeluh kepada-Nya. Ketika dihadapkan pada ujian, engkau harus menyenangkan Tuhan dan bukannya enggan berpisah dengan sesuatu yang engkau kasihi atau malah menangisinya. Hanya inilah yang bisa disebut kasih dan iman sejati. … Jika engkau seperti Ayub, yang di tengah ujian mengutuki dagingnya sendiri dan tidak mengeluh terhadap Tuhan, dan mampu membenci dagingnya sendiri tanpa mengeluh atau berdosa dalam kata-katanya, itulah artinya menjadi saksi. Ketika engkau melewati pemurnian sampai tahap tertentu dan masih bisa seperti Ayub, sepenuhnya taat di hadapan Tuhan, dan tanpa menuntut hal lain dari-Nya atau memiliki gagasanmu sendiri, maka Tuhan akan menampakkan diri kepadamu“. “Jangan tawar hati di hadapan sakit penyakit, tetaplah mencari dan jangan pernah menyerah, dan Tuhan akan menyinarkan cahaya-Nya atasmu. Seberapa setiakah Ayub? Tuhan Yang Mahakuasa adalah dokter yang maha mampu! Berdiam dalam penyakit adalah sakit, namun berdiam di dalam roh adalah sehat. Seandainya engkau tinggal mempunyai satu tarikan nafas terakhir, Tuhan takkan pernah membiarkanmu mati.”
Setelah membaca firman Tuhan, aku mengerti: Ternyata penderitaan berarti ujian dan pemurnian bagi mereka yang percaya kepada Tuhan, dan Tuhan memakai ujian dan pemurnian untuk menyempurnakan iman kita kepada-Nya. Jika kita melepaskan kepentingan daging kita dalam berbagai situasi yang menyebabkan kita menderita dan berpegang teguh pada iman kita kepada Tuhan, jika kita tidak meragukan Tuhan apa pun yang Dia perbuat, menyalahkan atau mengkhianati-Nya, dan Tuhan melihat bahwa kita berkeinginan untuk memuaskan dan menaati Dia, perbuatan Tuhan akan menampakkan diri kepada kita. Ketika merenungkan hal ini, aku mengerti bahwa cucuku jatuh sakit adalah sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi. Di satu sisi, pandanganku yang keliru tentang kepercayaan kepada Tuhan terungkap. Di sisi lain, Tuhan memperhatikan sikapku untuk melihat apakah aku dapat menyandarkan imanku, menaati kedaulatan dan ketetapan-Nya, dan menjadi saksi bagi-Nya dalam ujian ini. Sama seperti ketika Ayub kehilangan segunung domba dan sapi, kekayaannya yang besar, dan sepuluh putra dan putrinya, serta dia sendiri menderita barah yang mengerikan di sekujur tubuhnya, dia tidak bersungut-sungut kepada Tuhan, tetapi menyandarkan iman dan ketaatannya serta menjadi saksi bagi Tuhan dan, pada akhirnya, ia memperoleh pujian dan berkat Tuhan dan menyaksikan penampakan Tuhan. “Aku ingin seperti Ayub,” pikirku. “Tidak peduli keadaan apa pun yang akan kuhadapi di masa mendatang, aku akan menaati pengaturan dan ketetapan Tuhan tanpa bersungut-sungut.” Dengan mengingat hal ini, aku berkata kepada saudara itu, “Terima kasih Tuhan! Dari firman Tuhan, aku mengerti kehendak-Nya. Melalui ujian ini, Tuhan menyingkirkan maksud batinku demi memperoleh berkat untuk menyempurnakan imanku dan ketaatanku kepada-Nya. Aku tidak bisa bersikap negatif dan menyeleweng, dan aku tidak bisa salah memahami Tuhan lagi. Satu-satunya harapanku adalah untuk mengalami pekerjaan Tuhan.”
Saudara itu dengan gembira berkata: “Saudaraku, bagus sekali engkau memiliki pengertian seperti ini. Di balik ujian dan pemurnian terdapat maksud baik Tuhan. Kita harus percaya bahwa Tuhan itu Maha Kuasa dan bahwa Dia memiliki keputusan akhir tentang apakah manusia itu hidup atau mati. Kita hanya perlu menyandarkan iman kita kepada Tuhan untuk mengalaminya, mempercayakan penyakit cucumu kepada Tuhan dan menaati pengaturan dan ketetapan-Nya. Ini adalah pengertian yang seharusnya kita miliki.”
Setelah mendengarkan kata-kata saudara ini, aku menganggukkan kepala. Kemudian aku datang di hadapan Tuhan dan mengucapkan doa pertobatan dan ketaatan kepada-Nya: “Ya Tuhan, aku salah. Seharusnya aku tidak mengajukan berbagai tuntutan yang tidak logis terhadap-Mu, apalagi salah paham dan menyalahkan Engkau karena penyakit cucuku. Oh Tuhan! Aku percaya bahwa maksud baik-Mu ada di balik itu semua. Aku bersedia sepenuhnya tunduk kepada-Mu. Aku rela memercayakan hidup dan mati cucuku ke tangan-Mu, dan tunduk pada kedaulatan dan ketetapan-Mu. Bahkan jika dia benar-benar kehilangan nyawa, aku tidak akan bicara sepatah kata pun dengan bersungut-sungut.” Setelah doa ini, hatiku yang terbebani dan pilu merasa sangat terbebas.
Putraku menelepon untuk memberi tahu bahwa para dokter tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk Guoguo.
Pada malam ketiga belas, putraku menelepon lagi, dan berkata dengan lemah: “Ayah, para dokter tidak dapat berbuat apa pun untuk Guoguo, dan mereka menyarankan agar aku memulangkannya.” Mendengar kata-katanya, aku dan istriku sesak napas oleh isak tangis. Ketika aku berpikir bahwa cucuku akan meninggalkan kami selamanya, aku merasakan kepedihan yang menyayat hati dan aku tentu sedikit melemah. Tetapi aku menyadari bahwa situasiku tidak benar, sehingga istriku dan aku berulang kali berdoa kepada Tuhan, memohon Dia menjaga hati kami agar tidak menyalahkan Dia. Setelah kami berdoa, aku merenungkan firman Tuhan: “Hati dan jiwa manusia berada dalam genggaman Tuhan, dan seluruh kehidupannya berada dalam pengamatan mata Tuhan. Entah engkau memercayainya atau tidak, setiap dan segala hal, baik yang hidup maupun mati, akan berganti, berubah, diperbarui, dan lenyap sesuai dengan pemikiran Tuhan. Demikianlah cara Tuhan memerintah atas segala sesuatu“. Dari firman Tuhan, aku mengerti bahwa Tuhan mengendalikan dan mengatur segala sesuatu. Apakah mereka hidup atau mati, mereka berubah sesuai dengan pemikiran Tuhan. Kehidupan dan kematian cucuku benar-benar ada di tangan Tuhan. Jika dia selamat, itu adalah otoritas dan kemahakuasaan Tuhan; jika dia kehilangan nyawanya, itu diizinkan oleh Tuhan. Meskipun aku tidak sepenuhnya memahami, itu mengandung kehendak Tuhan yang baik dan aku tidak bisa lagi bersungut-sungut tentang Tuhan dan menyalahkan Dia serta menjadi bahan tertawaan Iblis. Aku harus menyerahkan cucuku kepada Tuhan sepenuhnya dan tunduk pada pengaturan dan ketetapan-Nya. Dengan Tuhan sebagai penopangku, aku memiliki keberanian untuk menghadapi dan menerima apa yang akan terjadi selanjutnya, dan tidak lagi merasa sedih dan putus asa karena hal ini.
Hari berikutnya, aku dan istriku pergi ke rumah sakit kota untuk menemui Guoguo. Ketika masuk ke bangsal, kami melihatnya berbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, dan dia kehilangan banyak berat badan sehingga tampak berubah bentuk. Melihat cucuku yang sedang tidak sadarkan diri, tidak bisa kuungkapkan kesedihanku, air mata mengaburkan pandanganku. Tepat ketika aku merasa sangat sedih, aku memikirkan Ayub. Dia juga sangat menderita ketika ujian besar menimpanya, namun dia memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan dia memilih untuk mengutuk dagingnya sendiri daripada berbicara berdosa dan menyalahkan Tuhan atau menghakimi Tuhan. Imannya kepada Tuhan dan kepatuhan kepada-Nya membuat Tuhan menghargai dan menyayanginya, dan ini membuatnya semakin layak diteladani. Kemudian aku berpikir: “Setelah mengikut Tuhan sampai sekarang, aku sudah membaca begitu banyak firman Tuhan dan aku mengerti kehendak Tuhan. Jika aku tidak dapat memberikan kesaksian kepada Tuhan dan mempermalukan Iblis, aku tidak akan layak untuk percaya kepada Tuhan. Aku harus mengikuti teladan Ayub dalam memberikan kesaksian bagi Tuhan. Tidak peduli apa yang akan terjadi pada cucuku, aku tidak akan bersungut-sungut kepada Tuhan.” Setelah itu, aku berdoa kepada Tuhan dengan tenang dalam hatiku: “Ya Tuhan Yang Maha Esa, aku sedih melihat cucuku yang sedang menjelang ajalnya. Namun, aku tidak ingin salah paham atau menyalahkan Engkau. Aku bersedia untuk taat. Aku hanya memohon agar Engkau melindungi hatiku sehingga aku dapat memberikan kesaksian kepada-Mu dalam ujian ini.”
Memberi kesaksian, aku melihat perbuatan Tuhan yang menakjubkan.
Setelah itu, aku dan istriku duduk di bawah tempat tidur cucuku dan menatapnya dengan tenang. Sekitar satu jam kemudian sesuatu yang tidak terduga terjadi: Guoguo perlahan membuka matanya, dan pandangannya tertuju pada minuman di tangan putraku, dan putraku memasukkan sedotan ke mulutnya. Yang mengejutkan kami, dia perlahan membuka mulutnya dan dengan normal minum beberapa teguk. Menyaksikan pemandangan ini, kami tercengang, dan aku terus mengucap syukur kepada Tuhan dalam hatiku: “Ya Tuhan! Aku telah melihat otoritas dan kuasa-Mu. Engkaulah yang telah menyelamatkan hidup Guoguo, dan otoritas-Mu telah membuat keajaiban ini terjadi!” Lebih dari satu jam berlalu, dan kami menyuapkan semangka dan pisang ke mulut Guoguo, dan dia memakannya dengan perlahan. Lebih menakjubkan lagi, pada tengah malam tiba-tiba dia berbicara, berkata dengan suara lirih: “Nenek, kakek!” Dia juga bisa menggerakkan kedua tangannya, dan sisi tubuhnya yang tadinya mati rasa juga bisa bergerak. Kami sulit memercayai apa yang kami lihat. Cucuku, yang sudah tidak lagi dirawat oleh dokter, sekarang benar-benar membaik. Ini benar-benar perbuatan Tuhan yang menakjubkan! Waktu itu, aku dan istriku sangat gembira tak terkatakan dan yang bisa kami lakukan adalah terus mengucap syukur dan memuji Tuhan! Tuhanlah yang memberi cucuku kehidupan kedua dan membuatnya hidup kembali.
Keesokan harinya, Guoguo bangkit dari tempat tidur dan berlari kian-kemari. Dokter berkata padaku dengan takjub: “Sungguh ajaib! Tadinya dia tampak tidak bisa diselamatkan. Tidak terpikirkan bahwa, setelah sehari semalam, penyakitnya akan membaik. Selama bertahun-tahun sebagai dokter, aku belum pernah melihat situasi seperti ini. Suatu hari ada seorang gadis yang menderita ensefalitis, tetapi kondisinya tidak seserius cucumu. Setelah perawatan, dia kehilangan penglihatannya, sedangkan Guoguo, yang sudah tidak kami rawat, telah menunjukkan pemulihan yang ajaib! Ini di luar pemahamanku. Sungguh luar biasa!” Mendengar dokter mengatakan ini, aku dipenuhi rasa syukur kepada Tuhan dan tahu semua karena kuasa Tuhan yang besar sehingga cucuku hidup kembali. Nasib orang memang ada di tangan Tuhan, dan terlebih lagi hidup dan mati manusia. Sama seperti firman Tuhan berkata: “Tentu saja bukan umat manusia yang memegang kuasa atas hidup dan mati, juga bukan makhluk dalam dunia alamiah, melainkan hanya Sang Pencipta, yang punya otoritas unik. Kehidupan dan kematian manusia bukan produk hukum dunia alamiah, melainkan konsekuensi dari kedaulatan otoritas Sang Pencipta“.
Melalui pengalaman luar biasa ini, aku mulai memiliki pemahaman akan pandangan konyol tentang percaya kepada Tuhan, dan aku menyadari: Memiliki iman kepada Tuhan, kita seharusnya tidak semata-mata mencari berkat atau menikmati kasih karunia Tuhan, tetapi harus memusatkan perhatian untuk mengalami penghakiman, hajaran, ujian, dan pemurnian, memperbaiki pandangan kita yang keliru tentang iman, dan menyingkirkan watak jahat Iblis dalam diri kita. Tidak peduli lingkungan yang kita hadapi yang bertentangan dengan gagasan kita, kita dapat menyandarkan iman dan ketaatan kita kepada Tuhan dan memberikan kesaksian bagi-Nya tanpa menyalahkan atau salah paham tentang Dia. Iman yang demikian kepada Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya. Selain itu, aku mulai memiliki pengetahuan dan penghargaan sesungguhnya tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan. Aku melihat otoritas dan kekuasaan Tuhan ada di mana-mana, sehingga kehidupan dan kematian setiap orang dikuasai oleh Tuhan. Sekarang, imanku kepada Tuhan telah bertumbuh. Tidak peduli seberapa besar ujian yang kuhadapi, aku percaya bahwa Tuhan adalah penopangku yang teguh dan, bahkan, Dialah satu-satunya keselamatanku. Terima kasih Tuhan! Di hari-hari berikutnya, aku ingin mengejar kebenaran dengan sungguh-sungguh dan memenuhi tugas makhluk ciptaan untuk membalas kasih Tuhan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar