30 Agu 2019

Tuhan Menjadikan Pelangi Sebagai Tanda Perjanjian-Nya dengan Manusia

Misteri Alkitab, Belajar Alkitab, kasih tuhan,
(Kej 9:11-13) Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi. Dan Tuhan berfirman: “Inilah tanda perjanjian yang Kutetapkan antara Aku dan engkau dan setiap makhluk hidup yang ada bersama-sama denganmu, turun-temurun: Aku akan menaruh busur-Ku di awan, dan itu akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi.”
……
Kebanyakan orang tahu apa pelangi itu dan telah mendengar beberapa kisah yang berkaitan dengan pelangi. Adapun kisah tentang pelangi di dalam Alkitab, sebagian orang memercayainya, sebagian orang menganggapnya legenda, sementara yang lain tidak memercayainya sama sekali. Apa pun itu, segala sesuatu yang terjadi dalam kaitannya dengan pelangi adalah semua hal yang pernah Tuhan lakukan, dan hal-hal yang terjadi selama proses pengelolaan manusia oleh Tuhan. Hal-hal ini telah dicatat dengan tepat di dalam Alkitab. Catatan-catatan ini tidak mengatakan kepada kita bagaimana suasana hati Tuhan pada saat itu atau maksud Tuhan di balik kata-kata yang Tuhan ucapkan. Selain itu, tidak ada seorang pun yang dapat menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia mengucapkannya. Namun, keadaan pikiran Tuhan tentang semua hal ini terungkap dalam makna yang tersirat dalam teks tersebut. Pikiran-Nya pada saat itu tampak sangat jelas lewat setiap kata dan frasa firman Tuhan.
……
Pada mulanya, Tuhan menciptakan umat manusia yang di mata-Nya sangat baik dan dekat dengan-Nya, tetapi mereka dihancurkan oleh air bah setelah memberontak terhadap-Nya. Apakah hati Tuhan sakit karena umat manusia langsung lenyap begitu saja? Tentu saja sakit! Jadi, apa ungkapan-Nya mengenai rasa sakit ini? Bagaimana hal ini dicatat dalam Alkitab? Hal ini dicatat dalam Alkitab sebagai berikut: “Aku akan menetapkan perjanjian-Ku dengan engkau, tidak akan ada makhluk hidup yang dimusnahkan karena air bah lagi; dan tidak akan ada air bah lagi yang akan menghancurkan bumi.” Kalimat sederhana ini mengungkapkan pikiran Tuhan. Penghancuran dunia ini sangat menyakitkan hati-Nya. Dalam kata-kata manusia, Ia sangat sedih. Kita bisa membayangkan: Bagaimana bumi yang tadinya penuh kehidupan terlihat setelah dihancurkan oleh air bah? Bagaimana bumi yang tadinya penuh manusia terlihat sekarang? Tidak ada tempat tinggal manusia, tidak ada makhluk hidup, air di mana-mana, dan kekacauan mutlak tampak di permukaan air. Apakah pemandangan seperti itu merupakan maksud Tuhan yang semula ketika Ia menciptakan dunia? Tentu saja bukan! Maksud Tuhan yang semula adalah menyaksikan kehidupan di seluruh bumi, menyaksikan manusia yang diciptakan-Nya menyembah Dia, bukan hanya Nuh sebagai satu-satunya manusia yang menyembah-Nya atau satu-satunya manusia yang bisa menjawab panggilan-Nya untuk menyelesaikan apa yang Ia percayakan. Ketika umat manusia lenyap, Tuhan tidak melihat apa yang semula Ia maksudkan, tetapi justru kebalikannya. Bagaimana mungkin hati-Nya tidak sakit? Jadi ketika Ia menyingkapkan watak-Nya dan mengungkapkan emosi-Nya, Tuhan mengambil sebuah keputusan. Keputusan apa yang Ia ambil? Menaruh busur di awan (catatan: pelangi yang kita lihat) sebagai tanda perjanjian dengan manusia, sebuah janji bahwa Tuhan tidak akan lagi menghancurkan umat manusia dengan air bah. Pada saat yang sama, juga sebagai pemberitahuan kepada manusia bahwa Tuhan pernah menghancurkan dunia dengan air bah, agar umat manusia selamanya ingat mengapa Tuhan melakukan hal semacam itu.
Apakah kehancuran dunia kali ini adalah sesuatu yang Tuhan inginkan? Sama sekali bukan yang Tuhan inginkan. Kita mungkin bisa membayangkan sebagian kecil dari pemandangan menyedihkan bumi setelah kehancuran dunia, tetapi bayangan kita tidak bisa mendekati pemandangan yang tampak pada waktu itu di mata Tuhan. Kita bisa katakan bahwa, baik orang-orang zaman sekarang maupun zaman dahulu, tidak seorang pun mampu membayangkan atau menghargai apa yang Tuhan rasakan ketika Ia melihat pemandangan itu, rupa dunia setelah kehancurannya oleh air bah. Tuhan terpaksa melakukan ini karena ketidaktaatan manusia, tetapi rasa sakit yang diderita hati Tuhan akibat kehancuran dunia oleh air bah ini adalah sebuah kenyataan yang seorang pun tidak dapat memahami atau menghargainya. Itulah sebabnya Tuhan membuat perjanjian dengan umat manusia, yaitu memberitahukan kepada manusia untuk mengingat bahwa Tuhan pernah melakukan sesuatu seperti ini, dan bersumpah kepada mereka bahwa Tuhan tidak akan pernah menghancurkan dunia dengan cara seperti itu lagi. Dalam perjanjian ini kita melihat hati Tuhan─kita melihat bahwa hati Tuhan sakit ketika Ia menghancurkan umat manusia. Dalam bahasa manusia, ketika Tuhan menghancurkan umat manusia dan menyaksikan umat manusia lenyap, hati-Nya menangis dan berdarah. Bukankah ini cara terbaik kita bisa menggambarkannya? Kata-kata ini digunakan oleh manusia untuk melukiskan emosi manusia, tetapi karena bahasa manusia terlalu kurang, menggunakan kata-kata tersebut untuk menggambarkan perasaan dan emosi Tuhan tidaklah terlalu buruk bagi-Ku, dan juga tidak terlalu berlebihan. Setidaknya, itu memberimu pemahaman yang sangat jelas dan sangat tepat tentang bagaimana suasana hati Tuhan pada waktu itu. Apa yang akan engkau semua pikirkan sekarang ketika melihat pelangi lagi? Setidaknya, engkau semua akan mengingat betapa Tuhan pernah begitu berduka karena menghancurkan dunia dengan air bah. Engkau semua akan ingat bahwa meskipun Tuhan membenci dunia ini dan membenci umat manusia ini, ketika Ia menghancurkan umat manusia yang Ia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, hati-Nya sangat terluka, bergumul untuk melepaskannya, merasa enggan, dan merasa begitu berat untuk menanggungnya. Satu-satunya penghiburan bagi-Nya adalah keluarga Nuh yang terdiri dari delapan orang. Kerja sama Nuh-lah yang membuat upaya-Nya yang sungguh-sungguh dalam menciptakan segala sesuatu terasa berharga. Pada saat ketika Tuhan menderita, inilah satu-satunya hal yang dapat mengobati penderitaan-Nya. Sejak saat itu, Tuhan menempatkan semua pengharapan-Nya akan umat manusia pada keluarga Nuh, berharap mereka dapat hidup dalam berkat-Nya dan bukan kutukan-Nya, berharap mereka tidak akan pernah lagi melihat Tuhan menghancurkan dunia dengan air bah, dan juga berharap mereka tidak akan dihancurkan.
Misteri Alkitab, Belajar Alkitab, kasih tuhan,
Bagian apa dari watak Tuhan yang harus kita pahami dari sini? Tuhan memandang hina manusia karena manusia bermusuhan dengan-Nya, tetapi di dalam hati-Nya, kepedulian, perhatian dan belas kasih-Nya bagi umat manusia tetap tidak berubah. Bahkan ketika Ia menghancurkan umat manusia, hati-Nya tetap tidak berubah. Ketika umat manusia penuh dengan kerusakan dan ketidaktaatan terhadap Tuhan hingga mencapai batas tertentu, Tuhan, oleh karena watak dan esensi-Nya, dan sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya, harus menghancurkan umat manusia ini. Namun, karena esensi Tuhan, Ia tetap mengasihani umat manusia, dan bahkan mau menggunakan berbagai cara untuk menebus umat manusia sehingga mereka bisa terus hidup. Sebaliknya, manusia menentang Tuhan, tetap tidak menaati Tuhan dan menolak untuk menerima keselamatan dari Tuhan, yaitu menolak untuk menerima niat baik-Nya. Tidak peduli bagaimana Tuhan memanggil, mengingatkan, memenuhi kebutuhan mereka, menolong atau menoleransi mereka, manusia tidak memahami atau menghargainya, juga tidak memperhatikannya. Dalam kepedihan hati-Nya, Tuhan tetap tidak lupa menoleransi manusia semaksimal mungkin, menunggu mereka untuk berbalik. Setelah Ia mencapai batas-Nya, Ia pun melakukan apa yang harus dilakukan-Nya tanpa keraguan. Dengan kata lain, ada jangka waktu dan proses tertentu dari saat Tuhan berencana menghancurkan umat manusia sampai Ia secara resmi mulai melakukan pekerjaan-Nya untuk menghancurkan umat manusia. Proses ini ada dengan tujuan memungkinkan manusia untuk berbalik dan merupakan kesempatan terakhir yang Tuhan berikan kepada manusia. Jadi, apa yang Tuhan lakukan selama jangka waktu ini sebelum menghancurkan umat manusia? Tuhan melakukan banyak sekali pekerjaan untuk mengingatkan dan menasihati. Tidak peduli seberapa besar kesakitan dan berdukanya hati Tuhan, Ia terus menunjukkan kepedulian, perhatian dan belas kasih-Nya yang melimpah kepada umat manusia. Apa yang kita lihat dari semua ini? Tidak diragukan lagi, kita melihat bahwa kasih Tuhan bagi umat manusia itu nyata, dan bukan sekadar ucapan di bibir. Kasih Tuhan itu benar, nyata, dan bisa dirasakan, tidak palsu, murni, tidak menipu atau memegahkan diri. Tuhan tidak pernah menggunakan tipuan atau menciptakan gambaran yang palsu untuk membuat orang melihat bahwa Ia layak dikasihi. Ia tidak pernah menggunakan kesaksian palsu agar orang melihat keindahan-Nya, atau memamerkan keindahan dan kekudusan-Nya. Bukankah aspek-aspek dari watak Tuhan ini layak mendapatkan kasih manusia? Bukankah semua itu layak mendapatkan sembah sujud manusia? Bukankah semua itu layak dihargai? Pada titik ini, Aku ingin bertanya kepadamu: Setelah mendengar perkataan-perkataan ini, apakah menurutmu kebesaran Tuhan hanya kata-kata di atas selembar kertas? Apakah keindahan Tuhan hanya kata-kata yang kosong? Tidak! Tentu saja tidak! Keagungan, kebesaran, kekudusan, toleransi, kasih Tuhan, dan lain sebagainya─semua aspek dari watak dan esensi Tuhan ini dinyatakan setiap kali Ia melakukan pekerjaan-Nya, diwujudkan dalam kehendak-Nya bagi manusia, dan juga digenapi serta tecermin pada diri setiap orang. Terlepas dari apakah engkau sudah pernah merasakan sebelumnya, Tuhan memperhatikan setiap orang dengan segala cara yang memungkinkan, menggunakan ketulusan hati-Nya, hikmat-Nya dan berbagai metode untuk menghangatkan hati dan membangunkan roh setiap orang. Ini fakta yang tidak terbantahkan. Tidak peduli berapa banyak orang yang duduk di sini, setiap orang memiliki pengalaman dan perasaan yang berbeda terhadap toleransi, kesabaran dan keindahan Tuhan. Pengalaman tentang Tuhan ini, semua perasaan atau pengakuan akan Tuhan ini─singkatnya, semua hal yang positif ini adalah dari Tuhan. Jadi, dengan menggabungkan pengalaman dan pengetahuan semua orang akan Tuhan dan menggabungkannya dengan pembacaan perikop dari Alkitab pada hari ini, apakah engkau sekarang memiliki pemahaman yang lebih tepat dan nyata tentang Tuhan?
……
Tuhan menciptakan umat manusia; terlepas dari apakah mereka telah dirusak atau apakah mereka mengikuti-Nya, Tuhan memperlakukan manusia sebagai orang-orang yang dikasihi-Nya─atau sebagaimana manusia katakan, sebagai orang-orang yang paling disayangi-Nya─dan bukan mainan-Nya. Meskipun Tuhan berkata bahwa Ia adalah Pencipta dan manusia adalah ciptaan-Nya, yang mungkin terdengar seperti ada sedikit perbedaan dalam peringkat, kenyataannya adalah segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan bagi umat manusia jauh melebihi hubungan semacam ini. Tuhan mengasihi umat manusia, mempedulikan dan menunjukkan perhatian, dan secara terus menerus serta tanpa berhenti menyediakan bagi umat manusia. Di dalam hati-Nya, Ia tidak pernah merasa bahwa ini adalah pekerjaan tambahan atau sesuatu yang layak mendapatkan banyak pujian. Dia juga tidak merasa bahwa menyelamatkan manusia, menyediakan bagi mereka dan menganugerahkan segala sesuatu kepada mereka adalah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada umat manusia. Ia hanya menyediakan bagi umat manusia secara diam-diam, dengan cara-Nya sendiri dan melalui esensi-Nya, apa yang dimiliki-Nya dan siapa Diri-Nya. Tidak peduli seberapa banyak penyediaan dan seberapa banyak pertolongan yang umat manusia terima dari-Nya, Tuhan tidak pernah berpikir atau berusaha untuk memperoleh pujian. Ini ditentukan oleh esensi Tuhan, dan juga merupakan ungkapan yang sebenarnya dari watak Tuhan. Inilah sebabnya, baik di dalam Alkitab atau buku apa pun, kita tidak akan pernah menemukan Tuhan mengungkapkan pikiran-Nya, dan kita tidak akan pernah menemukan Tuhan menggambarkan atau menyatakan kepada manusia mengapa Ia melakukan hal-hal ini, atau mengapa Ia sangat memedulikan umat manusia, demi membuat mereka bersyukur kepada-Nya atau memuji Dia. Bahkan ketika Ia terluka, ketika hati-Nya dalam kesakitan yang luar biasa, Ia tidak pernah melupakan tanggung jawab-Nya atau perhatian-Nya terhadap umat manusia, sementara itu Ia menanggung luka dan kesakitan ini sendirian di dalam keheningan. Sebaliknya, Tuhan terus memenuhi kebutuhan umat manusia seperti yang selalu Ia lakukan. Meskipun umat manusia sering memuji Tuhan atau bersaksi bagi-Nya, tidak satu pun dari perilaku ini dituntut oleh Tuhan. Ini karena Tuhan tidak pernah bermaksud agar hal-hal baik yang Ia lakukan bagi umat manusia ditukarkan dengan ucapan syukur atau dibayar kembali. Di sisi lain, mereka yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, mereka yang benar-benar mengikuti Tuhan, mendengarkan Dia dan setia kepada-Nya, dan mereka yang menaati-Nya─inilah orang-orang yang akan sering menerima berkat Tuhan, dan Tuhan akan mengaruniakan berkat-berkat itu tanpa keraguan. Lebih dari itu, berkat-berkat yang manusia terima dari Tuhan sering kali melampaui bayangan mereka, dan juga melampaui apa pun yang bisa digantikan oleh manusia atas apa pun yang telah mereka lakukan atau harga yang telah mereka bayar. Ketika umat manusia menikmati berkat Tuhan, apakah ada yang peduli dengan apa yang Tuhan lakukan? Apakah ada yang menunjukkan perhatian pada perasaan Tuhan? Apakah ada yang mencoba untuk menghargai rasa sakit Tuhan? Jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan ini adalah: Tidak ada! Bisakah manusia, termasuk Nuh, menghargai rasa sakit yang Tuhan rasakan pada saat itu? Apakah ada yang bisa memahami mengapa Tuhan membuat perjanjian seperti itu? Mereka tidak bisa! Umat manusia tidak menghargai rasa sakit Tuhan bukan karena mereka tidak bisa memahami rasa sakit Tuhan, dan bukan karena kesenjangan yang ada di antara Tuhan dan manusia dan bukan karena perbedaan dalam status mereka. Sebaliknya, itu karena umat manusia bahkan tidak peduli pada perasaan Tuhan. Umat manusia berpikir bahwa Tuhan itu mandiri─Tuhan tidak membutuhkan manusia untuk memedulikan-Nya, memahami-Nya atau menunjukkan perhatian mereka kepada-Nya. Tuhan adalah Tuhan, jadi Ia tidak merasakan rasa sakit, tidak memiliki emosi. Ia tidak akan bersedih, tidak akan berduka, Ia bahkan tidak menangis. Tuhan adalah Tuhan, jadi Ia tidak membutuhkan ungkapan dan penghiburan emosional apa pun. Jika Ia memang memerlukan semua ini dalam keadaan tertentu, maka Ia sendiri akan memenuhi kebutuhan itu dan tidak membutuhkan bantuan dari umat manusia. Sebaliknya, manusia yang lemah dan belum dewasalah yang membutuhkan penghiburan, penyediaan, dorongan dan bahkan penghiburan dari-Nya untuk menghiburkan keadaan emosi mereka kapan pun, di mana pun. Pemikiran seperti itu tersembunyi jauh di lubuk hati manusia: Manusia adalah pihak yang lemah. Mereka butuh Tuhan untuk menjaga mereka dalam segala hal, mereka layak menerima seluruh pemeliharaan yang mereka terima dari Tuhan, dan mereka seharusnya menuntut dari Tuhan apa pun yang mereka rasa sudah seharusnya menjadi milik mereka. Tuhan adalah pihak yang kuat. Ia memiliki segalanya dan Ia seharusnya menjadi penjaga manusia dan pemberi berkat. Karena Ia adalah Tuhan, Ia mahakuasa dan tidak pernah membutuhkan apa pun dari manusia.
Karena manusia tidak memperhatikan apa pun penyingkapan Tuhan, ia tidak pernah merasakan kesedihan, rasa sakit, atau sukacita Tuhan. Tetapi sebaliknya, Tuhan mengetahui semua ungkapan manusia seperti telapak tangan-Nya sendiri. Tuhan menyediakan kebutuhan semua manusia di setiap saat dan di semua tempat, mengamati pikiran setiap orang yang berubah-ubah dan dengan demikian menghibur, menasihati, membimbing dan menyinari mereka. Dalam hal segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan dalam diri manusia dan semua harga yang telah Ia bayar oleh karena mereka, dapatkah manusia menemukan sebuah perikop dari dalam Alkitab atau dari apa pun yang telah Tuhan katakan sampai sekarang yang menyatakan dengan jelas bahwa Tuhan menuntut sesuatu dari manusia? Tidak! Sebaliknya, tidak peduli bagaimana pun orang mengabaikan pikiran Tuhan, Ia tetap berulang kali memimpin umat manusia, berulang kali menyediakan kebutuhan manusia, dan menolong mereka, agar mereka mengikuti jalan Tuhan sehingga mereka bisa menerima tempat tujuan yang indah yang telah Ia siapkan bagi mereka. Mengenai Tuhan, apa yang Ia miliki dan siapa Diri-Nya, kasih karunia, belas kasih dan semua upah yang daripada-Nya akan diberikan tanpa keraguan kepada mereka yang mengasihi dan mengikuti Dia. Namun, Ia tidak pernah mengungkapkan kepada siapa pun rasa sakit yang telah Ia derita atau keadaan pikiran-Nya, dan Ia tidak pernah mengeluh tentang siapa pun yang tidak peduli kepada-Nya atau yang tidak mengetahui kehendak-Nya. Ia hanya menanggung semua ini dalam keheningan, menunggu hari ketika manusia akan mampu memahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akhirnya saya menemukan jalan keluar dari kekeringan rohani(I)

Oleh Endai, Korea Selatan Aku Bertemu dengan Tuhan untuk Pertama Kalinya dan Aku Mengalami Kedamaian dan Sukacita Pada tahun 2010, ak...