Oleh Saudari Chen Wei, China
Saat masih muda, engkau menukar hidupmu dengan uang dan ketika sudah tua, engkau menukar uang untuk hidupmu: Inilah kisah kehidupan banyak orang. Hidup sangat berharga—hidup dan uang tidak dapat dipertukarkan begitu saja.
Di sebuah zaman yang memandang uang sebagai kehidupan itu sendiri, kita akhirnya menjadi hamba uang, tetapi apa nilai yang terkandung di dalamnya? Bagaimana kita bisa menulis ulang kisah hidup kita sebagai hamba uang? Engkau pasti akan belajar dari pengalaman Saudari Chen Wei!
Epigraf
Membuka Bisnis untuk Uang dan Kekaguman
Setelah menikah, Chen Wei mengetahui bahwa sikap ibu mertuanya terhadap dia benar-benar berbeda dari sikap ibu mertuanya terhadap menantu perempuan yang lain. Menantu perempuannya yang lain bekerja di sebuah bank, dan ibu mertua mereka menyambutnya dengan penuh senyum setiap hari ketika menantu perempuan yang lain itu pulang ke rumah dan benar-benar mengaguminya. Namun Chen Wei tinggal di rumah untuk merawat anaknya, dan bahkan meskipun Chen Wei harus mengurus semua pekerjaan rumah pada hari itu, ia tetap tidak bisa mengambil hati ibu mertuanya. Ini membuat Chen Wei merasa sangat sedih. Terlebih lagi, setiap kali suaminya, yang hanya bermalas-malasan, mabuk dan memulai pertengkaran dengannya, sekalipun jelas-jelas suaminya yang bersikap keterlaluan, ibu mertuanya akan selalu memihak suaminya. Ia akan membanding-bandingkan Chen Wei dengan menantu perempuan lainnya yang mendapatkan lebih banyak uang. Chen Wei hanya menderita dalam keheningan menghadapi berbagai komentar yang menyakitkan hati ini dan menelan kepahitannya. Ia merasa semua itu karena ia tidak punya uang, dan seandainya punya uang, ia tidak akan diperlakukan seperti itu. Ia memikirkan bagaimana ia memiliki keterampilan menjahit yang bagus dan pasti bisa mendapatkan uang dengan cara itu. Jadi, ia meninggalkan putra mereka, yang baru berusia satu tahun, di rumah bersama neneknya dan membuka usaha penjahit sendiri.
Berusaha Mati-Matian untuk Mencari Uang dan Menikmati Status
Chen Wei membuat pakaian yang sangat pas dan bagus serta tidak kekurangan pelanggan. Setiap hari ia sibuk mengukur, memotong, mengelim, dan menjahit pakaian—ia sering tidak punya waktu untuk makan siang sampai jam satu atau dua siang. Ia akan membiarkan dirinya lapar sebentar sebelum akhirnya makan, dan ia sangat lelah sehingga setiap hari menyebabkan punggungnya sakit, tetapi ketika ia melihat lembar demi lembar uang kertas diterimanya, ia merasa sangat senang dan penderitaan itu sepadan.
Tak lama kemudian mereka dapat membeli beberapa barang furnitur baru untuk rumah, dan ketika kerabat dan teman-temannya melihat perabot modis itu, mereka semua mengacungkan jempol dan memujinya karena keterampilan menghasilkan uang. Sikap suaminya terhadap dirinya sangat jelas membaik dan ibu mertuanya berubah total 180 derajat, memuji kemampuannya pada semua orang. Pujian ibu mertuanya dan perhatian suaminya membuatnya sangat senang dengan dirinya sendiri dan mendorongnya terus maju. Dengan emosi, ia berpikir, “Memiliki uang itu memang luar biasa! Semua orang mengagumim.”
Tahun demi tahun berlalu bagai butiran pasir dalam sebuah jam pasir. Chen Wei bangun pagi-pagi dan begadang setiap hari sehingga ia bisa menghasilkan lebih banyak uang dan bekerja seperti mesin; ia menerima pesanan di siang hari dan bekerja di malam hari untuk menyelesaikannya. Kadangkala ia sangat kelelahan sehingga punggungnya sakit dan hampir tidak bisa meluruskannya, tetapi ia tidak berani beristirahat. Ketika ia menjadi sangat mengantuk sehingga tidak sanggup membuka matanya, ia akan berbaring sebentar, lalu terus bekerja begitu terbangun. Terkadang ia terus bekerja bahkan setelah begadang sepanjang malam. Ketika keluarga kandung Chen Wei melihatnya menangani begitu banyak bahan, mereka prihatin padanya dan berkata: “Melihatmu melakukan semua pekerjaan ini sendirian ini sangat mengkhawatirkan. Jangan merusak kesehatanmu karena kelelahan.” Dengan ceria, Chen Wei menjawab, “Khawatir? Selama aku menghasilkan uang, aku tidak peduli dengan penderitaanku.” Setiap kali ia pergi berjalan-jalan dan melihat ekspresi iri dan kekaguman di mata orang lain, rasanya semanis madu baginya. Ia hanya dapat memperhitungkan: “Selagi aku masih muda, aku bisa mendapatkan lebih banyak uang lagi dan membeli rumah yang bagus di kota, dan kemudian mobil. Bukankah itu mengesankan! Lalu aku bisa menyisihkan sejumlah uang dan memiliki kehidupan yang nyaman saat sudah tua. Itu semua akan sepadan!” Memikirkan semua ini, ia tidak bisa menahan senyum. Didorong oleh keinginannya untuk menghasilkan uang, ia tidak ingin melepaskan pekerjaannya selama satu detik pun ….
Terserang Penyakit, Ia Mencapai Jalan Buntu
Chen Wei akhirnya mengidap fibroid rahim setelah kelelahan jangka panjang, dan setelah operasi, dokter memperingatkannya agar tidak terlalu lelah, atau penyakit itu bisa kambuh. Namun, uang terlalu penting baginya, jadi segera setelah Chen Wei mulai pulih sedikit, ia membanting tulang kembali ke kehidupan kerja yang sibuk tanpa ragu sedikit pun. Kemudian ia mulai memiliki semakin banyak masalah kesehatan: Ia menderita herniasi diskus lumbal, spondylosis serviks, dan mulai mengalami vertigo. Suatu kali ia merasa amat pusing sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan apa pun dan pergi ke dokter. Dengan terkejut, dokter mengatakan kepadanya, “Tekanan darahmu sangat rendah, pada usia 48. Engkau masih bekerja dalam kondisi ini—apakah engkau mengharapkan kematian?” Tetapi Chen Wei berpikir, “Jika berhenti, aku tidak akan bisa mendapatkan uang, tetapi jika sakit, aku bisa mengatasinya dengan minum obat. Aku harus memanfaatkan masa mudaku dan terus bekerja—mendapatkan lebih banyak uang sangatlah penting!” Ia terus bekerja siang dan malam serta menjadi sangat terkuras secara fisik. Saat berjalan kaki 300 meter dari rumah ke tokonya, ia harus beristirahat tiga kali. Punggungnya mulai sangat sakit sehingga ia tidak bisa berdiri, jadi ia membuat pakaian sambil duduk, dan di malam hari akan terus mengerjakan pesanan hari itu sambil bersandar di tempat tidur.
Chen Wei memaksa tubuhnya yang sakit selama dua atau tiga tahun bekerja sampai akhirnya ia terbaring di tempat tidur, tidak bisa bergerak. Ia bahkan membutuhkan bantuan suaminya saat pergi ke kamar mandi. Ia merasa panik, berkonsultasi dengan dokter dan menjalani pengobatan di mana pun ia bisa—ia buru-buru membeli obat apa pun yang didengarnya mujarab, tetapi ia telah berada di bawah tekanan sedemikian lama selama bertahun-tahun sehingga tidak ada obat yang bisa menghilangkan rasa sakitnya. Rasanya seolah punggungnya patah—begitu menyakitkan hingga membuatnya menangis dan terjaga sepanjang malam. Setelah enam bulan terkungkung di tempat tidurnya, ia masih belum melihat adanya peningkatan. Dalam keputusasaan dan pesimisme yang luar biasa, ia bertanya pada dirinya sendiri, “Aku baru berusia 40-an; bagaimana mungkin aku bisa tergeletak di ranjang dengan cara ini? Aku sudah bekerja keras untuk mendapatkan uang tetapi uang itu tidak bisa menyembuhkan penyakitku. Bagaimana mungkin aku bisa terus hidup seperti ini? Apa gunanya semua uang itu dan apa gunanya hidup seperti ini? Lebih baik mati dan sudahi saja semua ini.” Dengan susah payah ia mengangkat dirinya dan berjalan tertatih-tatih di sepanjang dinding untuk mengambil dua botol pestisida. Ia meletakkannya di bawah tempat tidur sehingga ia bisa meminumnya ketika ia mendapati dirinya benar-benar tidak sanggup bertahan lagi …. Namun kemudian ia merasa bahwa ia tidak mau mati dengan cara itu sehingga ia berseru dalam hatinya: “Ya Tuhan! Aku ingin menghasilkan uang dan memiliki kehidupan yang makmur. Tidak pernah kubayangkan yang akan kudapatkan adalah semua masalah kesehatan ini. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Apakah pengejaran yang berarti dalam hidup ini? Kehidupan seperti apa yang tidak akan begitu menyakitkan?”
Menghadapi Keselamatan Tuhan, Ia Menemukan Arah dalam Kehidupan
Tuhan memperhatikan seruan Chen Wei—Dia mengulurkan tangan penuh kasih padanya. Pada musim gugur 2012, salah satu kerabatnya membagikan Injil kerajaan Tuhan dengannya dan membacakan perikop firman Tuhan ini untuknya: “Ada rahasia yang sangat besar di dalam hatimu, yang belum pernah kausadari, karena selama ini engkau hidup dalam dunia tanpa cahaya. Hati dan rohmu telah direnggut oleh si jahat. Matamu dikaburkan oleh kegelapan, dan engkau tidak dapat melihat baik matahari di langit maupun bintang yang berkelap-kelip di malam hari. Telingamu tersumbat oleh kata-kata dusta dan engkau tidak mendengar suara Yahweh yang bergemuruh, maupun suara air terjun yang mengalir dari takhta. Engkau telah kehilangan segala sesuatu yang seharusnya menjadi hak milikmu, semua hal yang telah dianugerahkan Yang Mahakuasa kepadamu. Engkau telah memasuki lautan penderitaan tak bertepi, tanpa kuasa pertolongan, tanpa harapan untuk kembali hidup-hidup, dan satu-satunya yang kaulakukan hanyalah berjuang dan senantiasa bergerak …. Ketika engkau letih dan ketika engkau mulai merasakan adanya kehampaan suram di dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Penjaga, akan menyambut kedatanganmu kapan pun. Dia berjaga di sampingmu, menunggumu untuk berbalik. Dia menunggu hari ketika engkau tiba-tiba memperoleh kembali ingatanmu: menyadari kenyataan bahwa engkau berasal dari Tuhan, tetapi entah bagaimana, engkau kehilangan arah, entah bagaimana engkau jatuh tidak sadarkan diri di tepi jalan, kemudian entah bagaimana, engkau mendapatkan seorang ‘bapa’. Lebih dari itu, engkau menyadari bahwa Yang Mahakuasa selama ini selalu ada di sana, mengamati, menantikan engkau kembali, sudah begitu lama.”
Kerabatnya membagikan persekutuan ini dengannya: “Kita manusia telah sangat dirusak oleh Iblis—kita tidak tahu bahwa kita diciptakan oleh Tuhan, dan kita terutama tidak tahu bahwa kita harus menyembah Tuhan. Kita semua menjauhkan diri dari Dia dan hidup di bawah kuasa Iblis; kita telah kehilangan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Kita bergegas ke sana kemari demi uang dan status, berjuang satu sama lain dan bahkan saling menyakiti dan membunuh. Tuhan tidak tahan melihat kita terus disakiti oleh Iblis, jadi di akhir zaman, Dia telah menjadi manusia dan menyatakan kebenaran, membeberkan segala macam tipu daya yang Iblis gunakan untuk merusak manusia. Dengan cara ini kita bisa belajar membedakan yang baik dan yang jahat. Dia juga telah menunjukkan arah yang benar dalam hidup bagi kita. Tuhan berharap bahwa kita dapat datang di hadapan-Nya dan hidup sesuai dengan firman-Nya, mendapatkan perlindungan dan berkat-Nya. Kita sangat diberkati sehingga sekarang kita dapat mendengar Injil Tuhan. Aku sama sepertimu sebelum menjadi orang percaya. Aku mengutamakan uang di atas segalanya, berpikir bahwa dengan uang aku dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan orang lain, sehingga mereka akan menghormatiku. Demi mendapatkan uang, aku dan suamiku membeli sebidang tanah dan mulai menanam tembakau serta mengerjakan tanah itu sampai hari gelap setiap hari, tidak berbuat apa pun selain makan dan tidur. Setelah kami mendapatkan uang, aku hanya menginginkan lebih banyak lagi—keinginanku bertambah besar. Aku menjadi hamba uang dan membuat diriku sedemikian lelah sampai-sampai aku mengalami herniasi diskus lumbal dan juga peradangan ginekologis yang serius—itu hampir mencapai akhir hidupku. Kemudian setelah menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman, dengan membaca firman Tuhan dan menjalani kehidupan bergereja, secara bertahap aku mulai memahami kebenaran dan tahu bahwa hanya dengan memiliki iman dan menyembah Tuhan, kehidupan kita dapat memiliki makna. Aku juga dengan jelas melihat bahwa mengejar kekayaan adalah taktik yang digunakan Iblis untuk merusak kita, dan Iblislah yang membuat kita berjuang untuk mendapatkan uang dengan cara apa pun; kita akan membayar harga berapa pun demi uang, dan akhirnya kita menjauhkan diri dari Tuhan, kehilangan perlindungan-Nya, dan menghancurkan hidup kita. Setelah aku dapat melihat dengan jelas tipu daya Iblis, aku menghadiri lebih banyak pertemuan ibadah dan membaca lebih banyak firman Tuhan—aku mengembangkan rasa kepenuhan dan sukacita yang belum pernah kumiliki sebelumnya. Perlahan-lahan aku mulai menganggap uang itu kurang penting dan tidak lagi bekerja begitu keras. Tidak lama kemudian kesehatanku pulih. Chen Wei, engkau juga benar-benar harus membaca firman Tuhan—itu dapat membantumu memahami kebenaran, dan ketika engkau lebih banyak membacanya, engkau akan dapat memahami banyak hal. Engkau akan tahu apa sebenarnya pengejaran yang paling berarti dalam hidup ini.”
Berbagai perasaan meluap dalam diri Chen Wei ketika ia mendengar firman Tuhan dan kerabatnya—ia merasa seperti anak kecil yang telah hilang selama bertahun-tahun lalu tiba-tiba kembali ke pelukan ibunya. Hatinya, yang penuh dengan luka, mendapatkan kenyamanan dan ia berkata dengan emosi yang mendalam, “Jadi karena kita menjauhkan diri dari Tuhan dan tidak memahami kebenaran itulah sehingga kita hanya terus mengejar uang dan masuk ke jalan yang salah. Itulah mengapa kita hidup dalam kesakitan yang luar biasa. Sebagai orang yang tidak percaya, inilah sesuatu yang benar-benar tidak pernah kulihat! Bertahun-tahun aku tidak menyisakan apa pun untuk mendapatkan lebih banyak uang, siang dan malam bekerja dan hidup hanya demi uang. Sekarang aku dilanda penyakit—kehidupan seperti ini terlalu sulit. Mulai sekarang, aku tidak akan hidup demi uang, tetapi aku akan beriman kepada Tuhan.” Chen Wei dengan senang hati menerima keselamatan Tuhan pada hari-hari terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar