7 Jan 2020

Menghadapi Pengkhianatan Suamiku dengan Tenang

Pernikahan Kristen, refleksi kehidupan kristen, Kesaksian iman Kristen,

Kesaksian KristenMenghadapi Pengkhianatan Suamiku dengan Tenang



Oleh Saudari Zhaoyun, Tiongkok
Catatan Editor:
Apa yang akan engkau lakukan jika orang yang paling engkau cintai mengkhianatimu? Dalam “Diam Menunggu,” Amy Cheung menulis, “Ketika engkau merasa bahwa orang yang engkau cintai tidak setia kepadamu, engkau mungkin berpura-pura tidak tahu. Berpura-pura tidak tahu merupakan penghindaran dan menipu diri sendiri, tetapi juga berarti menunggu.”
Ini benar. Bagi wanita yang ditinggalkan yang tidak ingin membuat kehebohan, pilihannya adalah diam dan menggerakkan hati suaminya melalui cinta. Hal ini akan memberikan kepadamu jalan keluar, selain memberikan kesempatan kepada suamimu. Inilah cara yang dilakukan banyak orang dalam menangani pengkhianatan pasangan mereka. Namun bagaimana engkau bisa menanggung kesengsaraan yang pahit di balik kesunyian tersebut? Jika dengan diam engkau tidak bisa membuatnya kembali kepadamu, apa yang akan engkau lakukan? Aku benar-benar memahami perjuangan dan penderitaan di balik kesunyianmu, dan aku berharap agar esai hari ini dapat membantumu.
Sebuah Panggilan Telepon Membawa Gelombang Kehancuran
“Suamimu menggoda istriku dan menghancurkan keluargaku. Aku tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!”
Sambil memegang gagang telepon di tangan, aku membeku, menatap kosong, dan tidak tersadar selama beberapa waktu. Suamiku tidak setia? Bagaimana bisa? Kami telah menikah lebih dari satu dekade dan selalu mempertahankan perasaan kami satu sama lain. Dia telah bersumpah dengan sungguh-sungguh kepadaku bahwa dia hanya akan mencintaiku selama sisa hidupnya, dan setelah putri kami lahir, dia bahkan mengurusku dengan lebih baik. Semua orang merasa iri dengan suami hebat yang kumiliki—bagaimana dia bisa berselingkuh sekarang, saat aku sedang hamil lagi? Tidak, hal ini tak mungkin benar!
Aku bergegas menutup telepon dan kemudian terlintas dalam benakku bahwa akhir-akhir ini setiap kali aku pulang kerja dari tugas malam, sepertinya tempat tidur belum tersentuh sama sekali dan suamiku tidak tidur di sana malam itu. Mungkinkah dia benar-benar memiliki wanita lain, dia memanfaatkan hari-hariku bekerja di malam hari untuk menemukan wanita lain? Seketika itu juga aku merasakan sakit yang luar biasa, takut bahwa keluarga yang telah kami bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun akan segera hancur berantakan.
Aku berpikir bahwa aku tidak ingin membuat kehebohan, tetapi harus berpura-pura bahwa aku tidak tahu apa pun. Mungkin kesunyian dan kesabaranku akan dapat merebut kembali hati suamiku. Jika dia berubah pikiran, aku bersedia melupakan masa lalu dan memulai awal yang baru.
Perjuangan dan Penderitaan di Balik Kesunyian
Setelah itu, anehnya, telepon rumah kami mulai berdering cukup sering tetapi jika aku mengangkat telepon, orang di seberang sana tidak mengatakan apa pun; dia diam saja. Aku tidak mengerti—mungkinkah wanita itu yang menelepon?
Aku menahan kesedihan dan kemarahanku dan menanggung penderitaanku sendiri, dan memaksa diriku untuk berinteraksi dengan suamiku dengan senyum di wajahku. Aku bahkan mulai berupaya lebih keras untuk memperhatikannya. Namun semakin lama dia menjadi semakin dingin kepadaku, sering pulang terlambat dari tempat kerja, dan ketika pulang bekerja dari tugas malam, aku melihat tempat tidur tidak ditidurinya. Aku tahu bahwa dia menghabiskan malam tersebut di tempat lain. Aku kesal dan merasa pedih, dan mengingat anak di rahimku, aku juga takut bahwa jika aku membuat keributan aku hanya akan mendorong suamiku ke pelukan wanita tersebut. Aku diam-diam menanggung perselingkuhan suamiku dan berusaha menghibur diriku. Jika aku menurutinya dan tidak membongkar hal ini, aku berharap sikap toleransiku akan dapat menggerakkan hatinya, dan mungkin dia akan kembali kepadaku demi anak kami.
Setelah sekian lama waktu berlalu, aku ingin menyebutkan kehamilanku untuk memberikan sedikit dorongan kepada suamiku.
Aku bertanya dengan tenang, “Aku sedang mengandung selama tiga bulan sekarang. Haruskah aku memiliki bayi ini?”
Dengan ekspresi penuh ketidakpedulian, dia membalas, “Singkirkan bayi itu, jangan mengandungnya!”
Saat itu rasanya seperti sebilah pisau menyayat hatiku, dan sepertinya langit akan runtuh. Sebelumnya, dia mengatakan bahwa dia menginginkan anak kedua tak peduli apakah itu anak laki-laki atau perempuan, tetapi sekarang dia mengatakan dia ingin agar aku menyingkirkan anak tersebut. Dengan kejam dia bahkan tidak menginginkan darah dagingnya sendiri demi wanita itu! Perasaan terluka, pedih, teraniaya, dan bingung meluap dalam hatiku. Aku merenungkan kembali lebih dari sepuluh tahun terakhir ini. Dia selalu begitu mencintaiku—bagaimana mungkin perasaannya bisa berubah begitu saja? Penderitaanku sangat besar, dan aku merasa terluka seolah-olah sebilah pedang telah menembus dadaku. Air mataku mengalir tanpa henti. Tanpa keluarga yang utuh, apa yang akan terjadi pada putri kami? Bagaimana dengan anak di rahimku?
Kesabaran Memperhebat Penderitaanku
Menghadapi ketidakpedulian suamiku yang kejam membuatku merasa hancur. Ketika aku memikirkan betapa suamiku sudah tak peduli terhadap keluarganya, aku berpikir bahwa memiliki bayi ini hanya akan membuatku merasa lebih pedih lagi. Dengan menguatkan diriku melawan penderitaan ini, aku melakukan aborsi. Aku menjadi sangat lemah setelah aborsi dan karena suamiku tidak pernah pulang ke rumah sehingga tidak ada yang merawatku, aku berakhir dengan suatu kondisi ginekologis. Siksaan akibat kondisiku dan juga ketidakpedulian suamiku membuatku tak bisa berkata apa pun karena kesakitan. Aku terus berpikir kembali: selama lebih dari satu dekade kami bersama, aku tidak pernah kehilangan kesabaran terhadap suamiku, jadi mengapa dia mengkhianatiku? Tidakkah dia memiliki hati nurani? Kesalahan apakah yang sudah kulakukan? Semakin aku memikirkannya, semakin aku menderita. Aku membenci suamiku yang tidak berperasaan, dan terutama membenci wanita itu.
Aku tidak memiliki semangat hidup lagi dalam waktu berkepanjangan, dan mulai sering menangis diam-diam setiap kali memikirkan perselingkuhan suamiku. Karena takut diejek, aku tidak berani memberi tahu siapa pun tentang hal ini; aku hanya memaksakan diri untuk terus tersenyum sepanjang waktu. Namun ada tekanan luar biasa di dalam hatiku dan aku benar-benar merasa lebih baik mati. Namun agar putriku dapat memiliki keluarga yang lengkap dan karena aku tidak berani melepaskan apa yang telah kami miliki selama bertahun-tahun, aku mencoba untuk mempertahankan kontak dengan suamiku, berharap agar dapat memenangkan kembali hatinya.
Suatu malam aku berkata kepada suamiku dengan tulus, “Kita sudah bersama selama lebih dari satu dekade dan selalu bahagia bersama. Mengapa engkau berselingkuh dengan wanita itu? Jika dia lebih baik dariku dalam segala hal dan engkau yakin engkau ingin bersamanya, aku bersedia bercerai.”
“Aku tidak akan bercerai; engkau adalah istri yang baik.”
Aku mendesaknya, “Jika engkau berkata begitu, kita harus memulai lembaran yang baru dan engkau harus berhenti menemui wanita itu lagi.”
Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun tetapi hanya berbalik dan berjalan pergi, lalu pergi tidur. Melihat bahwa dia tidak punya niat untuk kembali kepadaku, sekali lagi aku mencapai titik terendahku secara emosional. Aku merasa sedih dan marah karena dia tidak ingin bercerai tetapi tetap tidak mau meninggalkan wanita itu—bagaimana dia menjadi begitu tidak bermoral? Mengapa wanita itu merayu suamiku dan menghancurkan rumah tangga kami? Semakin aku memikirkannya, semakin besar kebencian tumbuh di hatiku dan aku bahkan berpikir untuk membalas dendam kepada wanita itu. Aku mengurungkan pikiran tersebut karena takut hal itu akan menyebabkan masalah yang dapat berdampak pada putriku. Namun pada akhirnya, semua kesabaranku tak dapat memenangkan suamiku kembali–dia kabur bersama wanita itu, meninggalkan aku dan putriku yang hanya bisa mengandalkan satu sama lain.
Keselamatan Tuhan Datang kepadaku Ketika Aku Berada dalam Siksaan
Putriku duduk di sekolah menengah pada waktu itu; aku hanya bekerja di pabrik untuk mendapatkan uang bagi pendidikannya, jadi kami menjalani kehidupan yang cukup sederhana. Setiap kali aku berpikir tentang kekejaman dan keegoisan suamiku dan bagaimana dia telah meninggalkan istri dan anaknya demi wanita itu, menikmati hari-harinya dengan memanjakan dirinya sendiri, kebencianku terhadapnya tumbuh semakin besar dan aku bahkan ingin menemukan teman pria lain untuk membalaskan dendamku. Aku menolak gagasan tersebut ketika aku berpikir bahwa hal itu akan menyakiti putriku. Namun pengkhianatan suamiku menguasai hatiku, menjadi kepedihan yang tidak pernah hilang. Tak seorang pun yang dapat kuajak berbicara; aku hanya menelan semuanya sendirian, menghabiskan setiap hari dalam siksaan. Tak tahan lagi, aku menengadah ke langit dan berseru, “Kapan semua ini akan berakhir? Siapa yang bisa datang untuk menyelamatkan aku?”
Lalu suatu hari, aku beruntung menerima keselamatan dari Tuhan pada akhir zaman. Aku membaca firman Tuhan ini, “Satu demi satu, semua tren ini membawa pengaruh jahat yang terus-menerus merusak moral manusia, menyebabkan mereka terus kehilangan hati nurani, rasa kemanusiaan, dan akal budi, serta semakin menurunkan moral dan kualitas karakter mereka, sampai-sampai kita bahkan dapat mengatakan bahwa sebagian besar orang sekarang tidak memiliki kejujuran, tidak memiliki kemanusiaan, demikian pula mereka tidak memiliki hati nurani, apalagi akal budi. Jadi, tren-tren apakah ini? Engkau tidak dapat melihat tren-tren ini dengan mata telanjang. Ketika timbul sebuah tren yang baru, mungkin hanya sejumlah kecil orang yang akan menjadi pelopor dari tren itu. Mereka mulai melakukan hal tertentu, menerima ide atau pandangan tertentu. Namun, di tengah ketidaksadaran mereka, sebagian besar orang masih terus terjangkit, terserap, dan tertarik oleh tren semacam ini, hingga mereka semua dengan rela menerimanya, dan semuanya tenggelam di dalamnya serta dikendalikan olehnya. Bagi manusia yang tidak memiliki tubuh dan pikiran yang sehat, yang tidak pernah mengetahui apa itu kebenaran, yang tidak dapat membedakan antara hal yang positif dan negatif, tren-tren semacam ini satu demi satu membuat mereka semua bersedia menerima tren-tren ini, pandangan hidup dan nilai-nilai yang berasal dari Iblis ini. Mereka menerima apa yang Iblis katakan kepada mereka tentang bagaimana menjalani kehidupan dan cara hidup yang Iblis ‘anugerahkan’ kepada mereka. Mereka tidak memiliki kekuatan, mereka juga tidak memiliki kemampuan, apalagi kesadaran untuk menolak.
Aku melihat dari perikop firman Tuhan ini bahwa tren masyarakat adalah taktik, sarana yang Iblis gunakan untuk merusak manusia. Dalam masyarakat saat ini, banyak pria telah diracuni oleh pepatah yang jahat seperti “Bendera merah di rumah tidak akan jatuh, bendera berwarna di luar rumah berkibar-kibar tertiup angin,” dan “Jangan mencari keabadian, nikmatilah apa yang ada sekarang.” Mereka dengan berani terlibat dalam perselingkuhan, dan banyak wanita tidak merasa malu menjadi wanita simpanan seseorang. Sebaliknya, mereka menganggap diri mereka memiliki pesona dan keahlian; mereka benar-benar telah kehilangan hati nurani dan nalar yang seharusnya dimiliki oleh wanita baik-baik. Aku memikirkan bagaimana suamiku yang tadinya adalah pria yang jujur ​​dan baik hati yang mengurus keluarga kami, tetapi dia telah menjadi orang yang egois dan jahat yang mencampakkan istri dan anaknya, dan menghancurkan rumah tangga orang lain. Bukankah hal ini terjadi karena pemikiran jahat Iblis telah tertanam di dalam hatinya dan menipunya? Aku memikirkan tetanggaku juga. Mereka bercerai setelah si suami berselingkuh. Selain itu ada lagi bibiku, yang mulai berpacaran dengan orang lain dan kemudian tidak mau tinggal bersama pamanku lagi—mereka akhirnya bercerai juga. Rumah tangga mereka tadinya penuh dengan kehangatan, tetapi telah hancur berantakan dikarenakan perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan mereka, yang mencelakakan anak-anak mereka. Aku dapat melihat bagaimana Iblis menggunakan tren jahat untuk menyesatkan dan merusak orang, mengarahkan mereka untuk mencari kesenangan dan memanjakan hawa nafsu mereka, melakukan hal-hal yang bertentangan dengan moralitas dan etika. Semua yang terjadi ini mengakibatkan kerusakan dan penderitaan. Aku memikirkan bagaimana setelah suamiku mulai mengikuti tren jahat Iblis dan mengkhianatiku, hidupnya tidak terlalu bahagia dengan wanita tersebut—mereka selalu berdebat dan bahkan bertengkar. Suatu kali aku melihat tanda-tanda di tubuhnya ketika dia kembali. Suamiku hanyalah korban tren jahat itu, berpikir bahwa berselingkuh dengan wanita lain akan membuatnya tampak hebat, akan membuatnya bahagia. Namun sebaliknya, dia hidup terperangkap dalam jerat Iblis, dirusak dan dimanipulasi oleh Iblis. Dahulu aku selalu menganggap bahwa suamiku telah mengkhianatiku dan aku adalah orang yang hidup dalam kepedihan, dan oleh karena itu aku menyimpan kebencian kepadanya dan wanita lain tersebut, tetapi dengan membaca firman Tuhan aku memahami bahwa akar dari semua penderitaan ini adalah pada tren jahat yang ditimbulkan oleh Iblis. Manusia tertipu karena pemikiran jahat tertanam dalam benak mereka, dan kemudian mereka menjadi begitu rusak dan bejat sehingga mereka kehilangan semua moralitas dan tak lagi mengenal rasa malu.
Mengalami Kasih Tuhan yang Tersembunyi
Kemudian, aku melihat lebih banyak firman Tuhan, “Setiap saat Iblis merusak manusia atau menimbulkan bahaya yang tak terkendali, Tuhan tidak berdiam diri saja, demikian pula Dia tidak mengesampingkan atau menutup mata terhadap orang-orang yang telah dipilih-Nya. Semua yang Iblis lakukan sangat jelas dan dipahami oleh Tuhan. Tidak peduli apa pun yang Iblis lakukan, tidak peduli ia menyebabkan munculnya tren apa, Tuhan tahu semua yang Iblis sedang coba untuk lakukan, dan Tuhan tidak menyerahkan mereka yang telah dipilih-Nya. Sebaliknya, tanpa menarik perhatian, secara tenang dan diam-diam, Tuhan melakukan segala sesuatu yang diperlukan. Ketika Tuhan memulai pekerjaan-Nya pada seseorang, ketika Dia telah memilih seseorang, Dia tidak menyatakannya kepada siapa pun, Dia juga tidak menyatakannya kepada Iblis, apalagi membuat gerakan yang besar. Dia hanya melakukan apa yang diperlukan secara diam-diam dan sangat wajar.
Membaca firman Tuhan ini sungguh menghangatkan hatiku. Meskipun Iblis terus-menerus merusak dan mencelakakan kita, Tuhan tidak hanya tinggal diam. Dia tahu bahwa kita adalah manusia yang bodoh dan patut dikasihani, jadi Dia selalu diam-diam melindungi kita, umat yang ingin diselamatkan-Nya. Dia sendiri juga telah menjadi daging dan datang untuk berjalan di antara kita, mengungkapkan kebenaran untuk memberikan kepada kita makanan rohani sehingga kita mampu membedakan berbagai cara dan taktik Iblis untuk merusak umat manusia. Dengan demikian, kita dapat menjauhkan diri dari kerusakan dan kejahatan Iblis—semuanya ini adalah kasih Tuhan yang tulus. Aku memikirkan bagaimana setelah suamiku memulai perselingkuhannya, aku hidup dalam kepedihan terus-menerus yang diakibatkan oleh kebencianku terhadapnya dan wanita simpanannya, dan bahkan berpikir untuk membalas dendam pada wanita itu serta berselingkuh dengan pria lain untuk membalas dendam kepada suamiku. Hanya oleh karena perlindungan Tuhan aku tidak melakukan hal seperti itu. Selain itu, ketika aku hidup dalam kesedihan dan keputusasaan karena perselingkuhan suamiku, Tuhan membawaku ke hadapan-Nya, menghibur dan mencerahkan aku dengan firman-Nya. Dia memungkinkan aku untuk memahami tren jahat yang ditimbulkan Iblis untuk mencelakai umat manusia, dan memahami akar dari pengkhianatan suamiku terhadapku. Ini telah mengurangi rasa sakit di jiwaku. Segala sesuatu yang telah terjadi ini merupakan wujud kasih dan perlindungan Tuhan bagiku!
Hatiku mulai terasa hangat—aku tahu bahwa Tuhan selalu berada di sisiku dan mengawasi aku, dan ketika Iblis hendak memangsaku sepenuhnya, Tuhan membawaku ke hadapan-Nya, dan Dia membawaku keluar dari kepedihan yang disebabkan oleh pengkhianatan suamiku. Meskipun aku telah kehilangan cinta suamiku, aku telah mendapatkan kasih dari Sang Pencipta. Sekarang, dengan mampu datang ke hadirat Tuhan dan hidup dalam terang firman Tuhan, aku memiliki semacam damai sejahtera dan sukacita dalam jiwaku, yang belum pernah kumiliki sebelumnya. Ini adalah hal yang paling berharga.
Sekarang Kesunyianku Bersifat Memahami dan Tenang
Kemudian, aku melihat satu bagian khotbah tentang jalan masuk kehidupan: “Lihatlah orang-orang di dunia yang tidak memiliki kebenaran. Berapa banyak penderitaan yang mereka miliki di hati mereka? Terlalu banyak penderitaan, bukan? Engkau perlu mengetahui akar penyebab semua penderitaan dalam hidup — Iblis. Engkau selalu dirusak oleh Iblis dan engkau tidak mendapatkan kebenaran, sehingga engkau menderita. Ini disebabkan oleh kerusakan Iblis. Jika engkau mengejar kebenaran, engkau akan dapat menyelesaikan kerusakan ini, dan dapat memutuskan akar kerusakan Iblis. Akhirnya, engkau akan dapat menyingkirkan Iblis, melepaskan diri dari pengaruh Iblis dan menerima keselamatan. Karena itu, engkau dapat diselamatkan dengan mengejar kebenaran. Makna di dalamnya terlalu mendalam. Engkau tahu bahwa ketika seseorang memiliki kebenaran di dalam dirinya, dia tidak memiliki kesulitan dalam apa pun yang dilihatnya, apa pun yang dia pikirkan dan apa pun yang dia hadapi. Tanpa kesulitan atau kendala, semuanya sederhana dan mudah. Dia tidak tertekan atau khawatir karena satu hal atau yang lain. Pikirannya dilepaskan dan bebas. Karena itu, hampir tidak ada penderitaan dalam aspek apa pun ketika seseorang mengejar kebenaran. Semakin dia mengejar, semakin cerah dia di dalamnya”
Aku mendapatkan sedikit pengertian setelah membaca persekutuan ini. Sebelumnya aku tidak memahami kebenaran, ketika aku melihat bahwa suamiku berselingkuh, aku berpikir aku akan dapat memenangkan hatinya kembali melalui kesunyian dan sikap toleransiku. Namun ketika aku melihat bahwa semua yang kulakukan hanyalah kerja keras yang sia-sia, aku menyalahkan kemalanganku dalam hidup ini dan suamiku yang tiada berhati nurani, aku menderita setiap hari, wajahku selalu berlinang air mata. Sekarang aku mengerti bahwa setelah kita manusia dirusak oleh Iblis, kita semua memiliki watak yang rusak seperti keegoisan dan kejahatan, dan tidak ada kasih sejati di antara manusia. Hanya Tuhan yang memiliki kasih sejati kepada manusia, dan hanya Tuhan yang layak dicari. Sekarang, dengan menghadiri pertemuan ibadah dan semakin banyak membaca firman Tuhan, aku jadi memahami sebagian kebenaran dan telah melihat masalah ini dengan lebih jelas. Aku tahu bahwa suamiku dan wanita itu juga merupakan korban yang dijerat oleh tren jahat, dan aku telah mengenyahkan sebagian besar kebencianku terhadap mereka. Aku juga menjadi bersedia mengampuni mereka. Sekarang ketika suamiku sesekali kembali ke rumah, aku berbicara secara wajar dengannya, dia memberikan kepadaku sedikit uang bagi pengeluaran rumah tangga dan kemudian pergi. Aku tidak lagi menuntut atau terlalu peduli apakah dia peduli kepadaku atau tidak. Sebaliknya, aku lebih banyak menghabiskan waktu dan upaya untuk mencari kebenaran. Aku menjalani kehidupan bergereja bersama saudara-saudariku; tidak ada rintangan di antara kami, dan kami bekerja sama untuk melakukan tugas kami. Hidupku sekarang sangat bebas, sangat terbuka—harapan telah dihidupkan kembali dalam hidupku. Aku tahu bahwa semuanya ini merupakan kasih dan keselamatan Tuhan bagiku. Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah membimbingku untuk membuang kepedihan akibat pengkhianatan suamiku dan memulai jalan yang benar dalam hidup ini, dan menemukan kebahagiaan sejati.
Kesimpulan:
Ketika orang yang paling engkau cintai mengkhianatimu, dan ketika kesunyian dan sikap toleransimu tidak dapat memenangkan hati mereka kembali, engkau membutuhkan firman dan bimbingan Tuhan. Inilah satu-satunya cara untuk menemukan keberanian dalam menghadapi hal ini dan mampu dengan jelas melihat kebenaran, mendapatkan ketenangan sejati dan mampu menyambut terang.

Sumber Artikel dari "Belajar Alkitab"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akhirnya saya menemukan jalan keluar dari kekeringan rohani(I)

Oleh Endai, Korea Selatan Aku Bertemu dengan Tuhan untuk Pertama Kalinya dan Aku Mengalami Kedamaian dan Sukacita Pada tahun 2010, ak...