21 Agu 2019

Ketika Nyawa Suamiku Berada di Ujung Tanduk, Firman Tuhan Memberiku Iman untuk Menghadapinya

Kesaksian Kristen, Kasih Karunia Tuhan, kasih tuhan,
Oleh Xinxin, Tiongkok

Suamiku Mendadak Jatuh Sakit dan Nyawanya Berada di Ujung Tanduk

“Suamiku tiba-tiba menderita asites yang disebabkan oleh sirosis hati, dia terus muntah, dan nyawanya berada di ujung tanduk. Ketika aku merasa tidak berdaya, firman Tuhan terus-menerus menerangi dan menuntunku, dan memberiku iman untuk melewati situasi ini …” Sambil mengetik pengalamanku pada papan tombol, aku mengingat kembali setiap adegan pekerjaan yang telah Tuhan lakukan dalam diriku. Saat mengingat kembali seluruh episode itu, aku tidak dapat menahan pikiranku untuk kembali ke peristiwa setahun yang lalu …
Pada pagi hari tanggal 20 Januari 2017, aku baru saja membuat sarapan di dapur, ketika suamiku tiba-tiba muncul di pintu dapur dengan warna kulit muka tidak sehat dan wajah yang tampak kesakitan, dan dia berkata: “Perutku rasanya tidak enak sekali, dan aku baru saja muntah darah sedikit di kebun.” Aku seketika sangat terkejut dan, sebelum aku bisa menjawab, dia muntah darah lagi dan langsung tersungkur ke lantai. Terkejut, aku berlari menghampirinya untuk menyangganya, tetapi dia sudah pingsan dan berbaring tak sadarkan diri. Melihat suamiku dengan kulit kuning seperti lilin dan bibir membiru, jantungku berdegup kencang, dan aku ketakutan dia akan meninggal dunia dan meninggalkan aku. Tidak ada waktu untuk berpikir, jadi aku buru-buru menelepon nomor darurat. Tepat saat aku sedang menelepon, suamiku memuntahkan banyak darah dua kali berturut-turut, dan kemudian kembali pingsan. Melihat suamiku tidak sadarkan diri, aku sangat ketakutan sehingga pikiranku menjadi benar-benar kosong dan aku menatapnya tanpa sadar. Ketakutan dan kekhawatiran membanjiri hatiku, dan aku berpikir: “Suamiku sudah muntah darah tiga kali dalam waktu kurang dari 30 menit, dan setiap kali muntah, dia jatuh pingsan. Berapa lama lagi dia bisa bertahan jika terus seperti ini? Mungkinkah dia akan meninggal dunia? Apa yang akan aku lakukan jika dia tidak selamat dari kondisi ini?” Melihat suamiku berbaring dalam genangan darah, aku merasa panik. Saat itulah, aku memikirkan Tuhan: “Ya! Tuhan adalah Yang Berdaulat atas segala hal, dan Dialah dukungan terbesar kami.” Aku kemudian berseru kepada Tuhan: “Ya Tuhan! Tolong selamatkan suamiku. Hanya Engkau yang bisa menyelamatkan nyawanya. Ya Tuhan! Aku merasa takut sekali sekarang. Tolong lindungilah hatiku dan bantu aku menenangkan diri. Aku ingin memercayakan suamiku ke dalam tangan-Mu dan mengandalkan-Mu untuk menghadapi rintangan ini!” Setelah berdoa, aku merasa sedikit lebih tenang, dan suamiku perlahan-lahan sadar. Sekitar 10 menit berlalu dan ambulans masih belum tiba. Aku mulai cemas lagi dan khawatir, jika suamiku tidak mendapatkan perawatan tepat waktu, maka dia bisa saja meninggal dunia. Jadi, aku kembali berseru kepada Tuhan: “Ya Tuhan! Kapan ambulans akan tiba, itu berada di tangan-Mu. Mohon berilah aku iman dan kekuatan, jadilah dukunganku yang kuat dan mampukanlah hatiku tenang di hadapan-Mu setiap saat. Aku ingin tunduk pada pengaturan dan penataan-Mu, dan untuk mengalami pekerjaan-Mu.” Setelah berdoa, aku memikirkan firman Tuhan berikut ini: “Firman Tuhan adalah obat yang manjur! Permalukanlah Iblis dan Setan! Jika kita memahami Firman Tuhan kita akan memperoleh dukungan dan Firman-Nya akan segera menyelamatkan hati kita! Firman-Nya akan mengenyahkan segala sesuatu dan membuat segala sesuatu tenteram dalam damai. Iman adalah seperti jembatan satu kayu gelondong kayu, mereka yang hidup secara tercela akan mengalami kesulitan menyeberanginya, namun mereka yang siap untuk berkorban dapat menyeberanginya tanpa perlu merasa khawatir. Jika manusia memiliki pikiran yang kerdil dan penakut, mereka sedang diperdayai Iblis. Iblis takut jika kita akan menyeberangi jembatan iman untuk masuk ke dalam Tuhan.” Pencerahan firman Tuhan segera memberiku dukungan, dan aku merasa jauh lebih tenang. Aku memahami bahwa semua hal berada di tangan Tuhan, dan apakah suamiku hidup atau mati, itu pun sudah diatur oleh tangan-Nya. Tanpa persetujuan-Nya, nyawa suamiku tidak akan diambil, separah apa pun penyakitnya. Pada saat itu, apa yang Tuhan inginkan dariku adalah memiliki iman untuk menghadapi situasi ini. Namun, Iblis selalu menyerangku ketika aku berada dalam kondisi terlemahku, melakukan semua yang bisa dilakukannya untuk memasukkan gagasan-gagasan ke dalam kepalaku dan membuatku hidup dengan ketakutan dan perasaan takut. Aku tidak boleh terperosok ke dalam rencana licik Iblis, tetapi sebaliknya aku harus memiliki iman kepada Tuhan, memercayakan nyawa suamiku ke dalam tangan Tuhan dan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan-Nya. Dengan begitu, Iblis tidak akan punya kesempatan untuk menggangguku. Syukur kepada Tuhan, karena firman-Nya mengusir perasaan takut dan ketakutanku, dan semua itu memampukanku untuk memiliki iman kepada-Nya dan bersedia bersandar kepada-Nya dan mengalami pekerjaan-Nya dengan iman.

Ketika Suamiku Kritis, dan Kami Diperintahkan untuk Pindah ke Rumah Sakit Lain, Firman Tuhan Memberiku Kekuatan

Setelah sekitar 20 menit, ambulans akhirnya tiba dan bergegas membawa kami ke rumah sakit. Begitu kami sampai di sana, suamiku dibawa ke ruang gawat darurat. Setelah dia ditangani, dokter memanggilku ke ruangannya dan, dengan wajah serius, dia berkata kepadaku, “Suami Anda menderita asites parah yang disebabkan oleh sirosis hati. Karena dia telah kehilangan banyak darah, tekanan darahnya saat ini rendah sekali, hanya 50/40, dan dia bisa meninggal sewaktu-waktu. Selain itu, golongan darah suami Anda sangat jarang dan sulit menemukan darah yang cocok untuk ditransfusikan kepadanya. Kami tidak dapat menjamin bahwa kami bisa menyelamatkannya, jadi kami sarankan Anda untuk pindah ke rumah sakit lain agar mendapatkan kesempatan yang lebih baik.” Mendengar dokter mengatakan ini, hatiku kembali dilanda ketakutan, dan aku berpikir: “Bagaimana mungkin penyakit suamiku separah itu? Mungkinkah sedemikian banyaknya dokter tidak dapat melakukan apa pun untuk membantunya? Jika suamiku muntah darah lagi dan situasinya memburuk saat kami pindah ke rumah sakit lain, apa yang akan kami lakukan? Tetapi jika kami tidak berpindah rumah sakit, ada kemungkinan dia bisa meninggal …. ” Aku tidak bisa berpikir lagi dan terus-menerus memanggil Tuhan dalam hati. Setelah berdoa, firman Tuhan berikut ini muncul di benakku: “Segala sesuatu yang hidup, semua yang bernyawa berada di bawah kekuasaan Tuhan. Semua itu diberi kehidupan setelah Tuhan menciptakannya; itulah kehidupan yang diberikan dari Tuhan …” Ya, Tuhan adalah Tuhan atas semua ciptaan. Tuhan mengatur dan menata segala sesuatu, baik makhluk yang hidup maupun yang tidak, dan terlebih lagi Tuhan adalah Penguasa yang berdaulat atas kehidupan dan kematian manusia. Jika ajal suamiku belum tiba, maka dia tidak akan meninggal dunia, sebesar apa pun bahaya yang dialaminya; bukan pemindahan ke rumah sakit lain, juga bukan kata-kata dokter yang dapat menentukan apakah suamiku akan hidup atau meninggal dunia. Ketika memikirkan hal ini, aku tahu apa yang harus kulakukan, karena itu aku berdoa dalam hati kepada Tuhan: “Ya Tuhan! Saat aku tidak punya tempat lain untuk berpaling, firman-Mu menunjukkan jalan kepadaku dan memungkinkanku untuk memahami bahwa Engkau mengatur dan menata perjalanan hidup kami, dan tidak seorang pun dapat mengubahnya. Jika Engkau tidak mengizinkan suamiku meninggal dunia, maka dia tidak akan meninggal dunia meskipun kami tidak memindahkannya ke rumah sakit lain. Aku percaya pada kedaulatan-Mu dan aku ingin menyerahkan suamiku ke dalam tangan-Mu dan mengalami pekerjaan-Mu yang luar biasa.” Dengan firman Tuhan sebagai landasanku, hatiku terasa sangat tenang, dan aku mengatakan kepada dokter bahwa suamiku akan tinggal dan menerima perawatan.

Dalam Kesakitan dan Ketidakberdayaanku, Firman Tuhan Adalah Dukunganku

Setelah itu, aku pergi ke ruang gawat darurat dan melihat enam atau tujuh dokter dan perawat mengelilingi suamiku untuk mencoba memasang infus, tetapi mereka tidak dapat menemukan pembuluh darahnya. Setelah mencoba berulang-ulang, mereka akhirnya berhasil memasang infus, dan menggantung botol cairannya. Aku melihat wajah suamiku sangat bengkak sehingga dia tidak bisa membuka matanya. Kakinya juga sangat bengkak sehingga tidak terlihat seperti kaki lagi. Aku memanggilnya dengan lembut. Mendengar suaraku, bibirnya bergerak seolah-olah ingin bicara, tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Melihatnya di pintu kematian, aku memikirkan apa yang baru saja dokter katakan kepadaku dan aku merasa sangat sedih, dan imanku kepada Tuhan semakin lama semakin lemah. Aku berpikir dalam hati: “Mungkinkah suamiku benar-benar akan meninggalkanku? Apa yang akan aku lakukan jika dia meninggal dunia? Siapa yang akan menghidupi keluarga kami? Aku sudah berdoa dan bersandar kepada Tuhan, jadi mengapa Tuhan tidak melindunginya?” Saat memikirkan hal itu, aku tiba-tiba menyadari bahwa keadaanku salah, dan aku segera berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhan! Situasi yang menimpa hari ini telah menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhanku benar-benar sangat kecil. Meskipun aku tahu bahwa sembuh tidaknya penyakit suamiku berada di tangan-Mu dan bahwa aku seharusnya tunduk kepada pengaturan dan penataan-Mu, tetapi ketika aku melihat suamiku seperti ini, imanku kepada-Mu menghilang, begitu rupa sampai aku mulai menyalahkan-Mu. Ya Tuhan! Aku mohon bimbinglah aku, beri aku iman dan kekuatan, buatlah aku tidak menyalahkan-Mu, dan izinkan aku untuk memahami kehendak-Mu dalam situasi ini ….”
Begitu saudara-saudariku di gereja mendengar tentang kondisi suamiku, mereka datang satu per satu untuk menemui kami. Mereka memberiku penghiburan dan dorongan, mereka bersekutu denganku tentang kesaksian Ayub, dan mereka menuntunku untuk memahami kehendak Tuhan. Saudara dan saudari menunjukkan kepadaku kalimat ini dari firman Tuhan: “Ayub tidak berbicara tentang berdagang dengan Tuhan, dan tidak membuat permintaan atau tuntutan dari Tuhan. Dia mengagungkan nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana kepada mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan haruslah diagungkan. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat bencana terjadi pada manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur setiap aspek manusia; perubahan tidak terduga pada keberuntungan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan seharusnya diagungkan. Ini adalah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama bertahun-tahun menjalani hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan, dan datang di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menyayangi Ayub karena memiliki hati seperti demikian. Hati ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, dan tidak peduli kapan dan di mana, hati ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya.” Melalui firman Tuhan dan persekutuan dari saudara dan saudari, aku mengerti bahwa alasan mengapa aku kehilangan kepercayaan kepada Tuhan dalam situasi ini adalah karena, walaupun aku telah mengatakan aku percaya kepada kedaulatan Tuhan dan ingin tunduk pada pengaturan dan penataan-Nya, tetapi aku mengajukan tuntutan terhadap Tuhan dalam hatiku, berharap Tuhan akan menyembuhkan suamiku.Namun setelah aku berdoa kepada Tuhan berkali-kali dan kondisi suamiku masih belum membaik, aku kehilangan kepercayaan kepada Tuhan dan mulai mengeluh. Pada saat yang sama, aku menyadari bahwa pemahamanku tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan terlalu dangkal. Ketika Ayub diserang dan dicobai oleh Iblis, kambing domba dan lembu sapinya di seluruh bukit dan kekayaannya yang melimpah dirampas oleh para perampok, dia kehilangan putra-putrinya, dan dia sendiri mengalami bisul-bisul mengerikan di seluruh tubuhnya. Ayub tidak mengeluh kepada Tuhan, tetapi dia tunduk dan memuji nama Tuhan. Dia mengucapkan perkataan ini: “Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh” (Ayub 1:21). Alasan mengapa Ayub memiliki iman sebesar itu adalah karena dia memiliki pengetahuan yang benar tentang kedaulatan Tuhan dan dia tahu bahwa segala sesuatu yang dia miliki sejak dilahirkan dalam keadaan telanjang dari rahim ibunya adalah anugerah Tuhan kepadanya. Baik Tuhan memberi, atau Tuhan mengambil, Ayub selalu menerima dan menaati kedaulatan Tuhan; dia tahu bahwa Tuhan adalah Pencipta dan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan, bahwa manusia harus menempati tempat yang layak sebagai makhluk ciptaan dan mematuhi sang Pencipta tanpa syarat, dan tidak membuat tuntutan yang tidak masuk akal kepada Tuhan atau melakukan tawar-menawar dengan Tuhan. Oleh karena itu, Ayub mampu mengambil pendekatan rasional terhadap pekerjaan Tuhan dan tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Dia tidak menyangkal fakta kekuasaan Tuhan atas nasib umat manusia karena musibah menimpa dirinya, dan dia juga tidak menyalahkan Tuhan. Ayub memiliki sikap hormat, ketaatan dan iman yang benar kepada Tuhan, dan karena itu dia menggunakan tindakan yang nyata untuk mempermalukan Iblis dan dia berdiri teguh dalam kesaksiannya kepada Tuhan. Setelah memahami kehendak Tuhan, aku menyadari bahwa, jika aku ingin menjadi seperti Ayub dan memiliki iman yang benar kepada Tuhan dalam situasi yang telah menimpaku ini dan tidak mengeluh tentang hal itu, maka aku harus mendapatkan pengetahuan sejati tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan. Pada saat yang sama, aku juga harus melepaskan niat dan ketidakmurnianku sendiri, tidak pernah lagi beralasan dengan Tuhan atau menentukan persyaratan kepada-Nya, tetapi sebaliknya benar-benar mematuhi kedaulatan Tuhan dari lubuk hatiku.
Kemudian, aku secara sadar mencari aspek kebenaran tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan. Suatu hari, aku dan suamiku ditinggalkan sendirian di bangsal. Aku membuka tabletku dan membaca firman Tuhan: “Tuhan punya otoritas untuk membuat seseorang mati, untuk membuat jiwa pergi meninggalkan tubuhnya dan kembali ke alam maut, atau ke mana pun jiwa orang mati itu harus pergi. Kapan seseorang mati, dan ke mana mereka pergi setelah mati—hal-hal ini ditentukan oleh Tuhan. Ia dapat melakukan ini kapan pun dan di mana pun. Ia tidak dibatasi oleh manusia, peristiwa, benda, ruang, atau tempat. Apabila Ia ingin melakukan sesuatu Ia dapat melakukannya, karena segala hal dan semua makhluk hidup berada di bawah kekuasaan-Nya, dan segala sesuatu hidup dan mati oleh firman-Nya, otoritas-Nya. Ia dapat membangkitkan orang mati—ini juga adalah hal yang dapat Ia lakukan kapan pun, di mana pun. Ini adalah otoritas yang hanya dimiliki Sang Pencipta.” Dari firman Tuhan ini, aku mendapatkan beberapa pemahaman tentang otoritas Tuhan. Tuhan memegang kedaulatan atas segala hal, dan terutama Dia mengatur hidup dan mati manusia. Ambil contoh Lazarus dalam Alkitab, misalnya. Dia sudah mati selama empat hari dan mayatnya mulai berbau. Orang-orang berpikir tidak mungkin ada harapan bahwa dia akan hidup kembali, tetapi dengan satu kata dari Tuhan Yesus, Lazarus hidup kembali. Dari peristiwa ini, ketika Tuhan menghidupkan kembali Lazarus, aku melihat bahwa kunci alam maut juga berada di tangan Tuhan, dan hanya Tuhan yang mengatur kehidupan dan kematian umat manusia. Memikirkan hal ini, aku mengerti bahwa hidup mati suamiku juga berada di tangan Tuhan. Tuhan mengatur agar suamiku datang ke dunia ini, maka dia pasti memiliki misi yang harus dia selesaikan. Jika dia telah menyelesaikan misinya dalam kehidupan ini, maka Tuhan akan mengatur baginya untuk pergi ke tempat lain—ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh siapa pun. Namun, jika misi suamiku belum selesai, maka Tuhan tidak akan membiarkannya mati selama dia masih memiliki satu napas tersisa dalam tubuhnya. Apa pun yang telah Tuhan atur, aku pikir kehendak-Nya yang baik berada di balik itu semua. Aku harus belajar bagaimana bersabar dan taat, dan menunggu kehendak Tuhan itu tersingkap dengan sendirinya kepadaku.
Setelah itu, aku memikirkan tentang akal sehat wanita Kanaan dan keyakinannya kepada Tuhan: Dia memahami bahwa Tuhan adalah Pencipta dan bahwa kita manusia hanyalah makhluk ciptaan. Dia memahami bahwa, tidak peduli bagaimana Tuhan memperlakukan kita, identitas dan kedudukan Tuhan tidak pernah dapat diubah, dan kita manusia harus mematuhi Sang Pencipta tanpa syarat. Oleh karena itu, ketika dia meminta Tuhan untuk menyembuhkan putrinya, tidak peduli apakah Tuhan Yesus menganggapnya sebagai manusia atau anjing, dan tidak peduli bagaimana sikap Tuhan Yesus terhadapnya, dia tetap memperlakukan Tuhan Yesus sebagai Tuhan, dia mempertahankan imannya kepada Tuhan dan tidak mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal kepada-Nya. Tuhan Yesus melihat iman dan akal sehat wanita Kanaan itu, dan pada akhirnya, Dia menjawab doanya. Aku ingin meniru wanita Kanaan itu dan mengucapkan doa yang masuk akal di hadapan Tuhan. Jika Tuhan menyembuhkan suamiku maka aku akan bersyukur kepada Tuhan dan akan memuji-Nya; tetapi jika Tuhan tidak menyembuhkan suamiku, aku akan tetap berterima kasih kepada-Nya dan memuji-Nya, dan aku akan terus percaya dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan dan mengejar kebenaran.
Kemudian aku berdoa kepada Tuhan, dan berkata: “Ya Tuhan! Baik suamiku hidup atau mati, aku tidak akan menyalahkan-Mu. Aku ingin tunduk pada pengaturan dan penataan-Mu dan menjadi kesaksian bagi-Mu.” Tanpa kusadari, kepatuhan pada Tuhan dalam hatiku tumbuh dan jiwaku merasa jauh lebih nyaman. Aku juga bisa menenangkan hati dan mencari kehendak Tuhan dan menaati kedaulatan-Nya. Setelah itu, saudara dan saudariku melihat bahwa aku berjuang untuk menjaga suamiku, dan karena itu mereka sering datang untuk membantuku, dan aku merasakan kasih sejati Tuhan kepadaku. Sejak suamiku sakit, tidak ada teman atau kerabat yang datang menjenguk kami. Hanya Tuhan yang selalu berada di sampingku, memberiku iman dan menjadi dukungan bagiku, membimbingku selangkah demi selangkah. Sekarang Dia mengatur saudara dan saudariku untuk datang serta membantu dan mendukungku, untuk bersekutu tentang kebenaran denganku sehingga aku dapat memahami kehendak Tuhan dalam semua orang, peristiwa, dan hal-hal yang aku temui, dan untuk membantuku merawat suamiku secara nyata, sehingga meringankan bebanku. Ini semua adalah kasih Tuhan untukku, dan hatiku dipenuhi dengan rasa syukur kepada Tuhan.

Diselamatkan secara Ajaib: Suamiku yang Sakit Parah Selamat dari Bahaya

Ketika aku menjadi rela untuk benar-benar tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan dan untuk tidak lagi mengajukan tuntutan yang tidak masuk akal kepada Tuhan, di luar semua perkiraan, suamiku selamat dari bahaya. Ketika dia terbangun, dia tidak hanya berbicara dengan suara yang sangat lemah, tetapi tekanan darahnya juga naik menjadi 60/90. Aku sepenuhnya merasakan makna dari firman Tuhan: “Tuhan adalah kehidupan, jadi Dia adalah sumber dari semua makhluk hidup. Lebih jauh lagi, otoritas Tuhan dapat membuat semua makhluk hidup taat kepada setiap firman Tuhan, yaitu, menjadi sesuai dengan firman dari mulut Tuhan, dan hidup dan berkembang biak menurut titah Tuhan …” Segalanya berjalan di bawah kedaulatan, penentuan, pengaturan, dan penataan Tuhan, dan tidak ada siapa pun dan apa pun yang dapat melampaui ruang lingkup kedaulatan-Nya. Inilah kuasaTuhan; hanya Sang Pencipta yang merupakan sumber dari segala kehidupan, dan hanya Sang Pencipta yang memiliki otoritas dan kuasa semacam ini, dan semua itu selamanya tidak berubah. Periode sakit suamiku yang mengkhawatirkan ini membuatku melihat bahwa Tuhan mengendalikan hidup dan matinya manusia, dan bahwa otoritas dan kuasa dari firman Tuhan adalah hal-hal yang tidak dapat dilampaui oleh siapa pun dan apa pun.
Selama berhari-hari berikutnya, aku sering kali menenangkan hatiku di hadapan Tuhan dan merenungkan firman-Nya, dan aku terus berdoa agar lebih dekat dengan-Nya. Aku melihat pasien-pasien lain terus-menerus mengeluh dan meronta dari satu sisi ke sisi lain karena penyakit mereka, dan kadang-kadang menangis, yang membuat bulu kudukku berdiri. Namun, suamiku berbaring tenang di bawah perlindungan Tuhan dan dia tertidur lelap, dan aku menangis tersedu karena rasa syukur. Selama waktu ini, aku benar-benar mengalami kasih dan perhatian Tuhan yang sangat cermat: Ketika aku berdoa kepada Tuhan dalam kesulitan dan dalam rasa sakit dan kelemahanku, firman Tuhan yang berwibawalah yang menuntunku selangkah demi selangkah melalui jurang rasa sakit; ketika aku merasa sendirian dan tidak berdaya, Tuhan mengatur agar saudara-saudariku dari gereja datang menemuiku, untuk bersekutu tentang kebenaran denganku, untuk memampukanku memahami kehendak Tuhan dan membantuku menjaga suamiku; ketika aku berdoa kepada Tuhan dengan tuntutan, Tuhan menuntunku untuk memahami apa itu doa yang masuk akal dan apa iman dan ketaatan yang sebenarnya, Dia memampukanku untuk melepaskan keinginan berlebihan yang ada dalam diriku, dan belajar untuk bersabar dengan dan menaati pekerjaan Tuhan. Dari sini, aku melihat bahwa kasih Tuhan tidak hanya memberi kita kedamaian dan berkat jasmani, tetapi lebih dari itu Dia membimbing dan membantu kita dalam kesulitan untuk memahami kebenaran dan melakukan kebenaran. Dia menghilangkan niat yang salah dan ketidakmurnian dalam diri kita, dan Dia membuat kita mampu mengambil tempat yang layak sebagai makhluk ciptaan dan menyembah Sang Pencipta, memulihkan hati nurani dan akal yang harus kita miliki, dan Dia memampukan kita untuk memiliki iman kepada-Nya, dan menaati dan menghormati-Nya. Ini adalah kekayaan yang lebih berharga daripada berkat materi, dan aku bersyukur kepada Tuhan!
Seminggu kemudian, dokter melihat bahwa suamiku sudah bisa makan lagi, dan dia berkata dengan takjub: “Aku tidak pernah berpikir bahwa Anda akan mengalami pemulihan sebaik ini! Saat pertama kali Anda masuk ke rumah sakit, Anda memuntahkan begitu banyak darah dan tekanan darah Anda turun hingga 40 atau 50, dan kami tidak dapat menemukan pembuluh darah apa pun untuk memasukkan infus. Sungguh menakjubkan bahwa Anda masih hidup hari ini—benar-benar keajaiban! Ini luar biasa! Anda tadinya benar-benar nyaris tidak selamat!” Saat mendengar hal ini, aku dengan tulus bersyukur dan memuji Tuhan! Aku tahu ini semua adalah perbuatan baik Tuhan.
Lebih dari dua minggu kemudian, suamiku keluar dari rumah sakit. Kesehatannya pulih dengan sangat cepat, dan tak lama kemudian dia kembali bekerja sekeras sebelumnya untuk mencari nafkah. Selama pengalaman ini, aku benar-benar mengalami kasih Tuhan dan aku mulai memahami bahwa hanya Tuhan-lah keselamatan manusia, dan hanya firman Tuhan-lah yang dapat membantu kita yang membutuhkan dan dapat memberi kita iman untuk mengatasi semua hambatan. Aku bersyukur kepada Tuhan bahwa pengalaman ini telah meningkatkan imanku untuk mengikuti Tuhan, dan aku bertekad untuk mengikuti-Nya sampai akhir hayat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akhirnya saya menemukan jalan keluar dari kekeringan rohani(I)

Oleh Endai, Korea Selatan Aku Bertemu dengan Tuhan untuk Pertama Kalinya dan Aku Mengalami Kedamaian dan Sukacita Pada tahun 2010, ak...